Senin, 29 April 2013

penetapan maklah terpadu manajemen mutu dalam hal pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah merupakan suatu masalah yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Maju tidaknya suatu bangsa sangat tergantung pada pendidikan bangsa tersebut. Artinya jika pendidikan suatu bangsa dapat menghasilkan “ Manusia “ yang berkwalitas lahir batin. Otomatis bangsa tersebut akan maju, damai dan tetram. Sebaliknya jika pendidikan suatu bangsa mengalami stagnasi maka bangsa itu akan terbelakang disegala bidang. Artinya pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peranan penting dalam mencetak sumber daya manusia yang berkuaitas.[1]
Berbicara mengenai kualitas sumberdaya manusia. Islam memandang bahwa pembianaan sumberdaya manusia tidak dapat dilepaskan dari pemikiran mengenai manusia itu sendiri, dengan demikian Islam memiliki konsep yang sangat jelas, utuh dan komprehensif mengenai pembinaan sumberdaya manusia. Konsep ini tetap aktual dan relevan untuk diaplikasikan sepanjang zaman ( Abudin Nata, 2001; 17)
Dewasa ini Pendidikan Nasional tengah menghadapi isu krusial. Isu yang paling sensitif terkait dengan mutu pendidikan, relevansi pendidikan, akuntabilitas, professionalisme, efisiensi, debirokrasi dan prilaku pemimpin pendidikan.
Hal tersebut masing sangat kontradiktif dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional ( sisdiknas)  bab II pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab . Dan pada bab III pasal 4  ayat 6 disebutkan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah dengan memperdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan ( Sisdiknas, 2003;no 20 )
Sekolah sebagai institusi pendidikan merupakan wadah atau tempat proses pendidikan dilakukan memilki sistem yang konfleks dan dinamis. Ekgiatan inti dari sekolah adalah pengelolaan SDM.[2] Sehingga untuk mengoftimalkan pengelolaan SDM secara maksimal maka diperlukan sistem dan managerial yang baik dalam pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Managemen adalah fungsi yang berhubungan dengan upaya mewujudkan tujuan, hal ini berarti SDM memilki peranan penting dalam menacapai tujuan.[3]
Untuk menciptakan sebuah lembaga pendidikan yang bermutu sebagaimana yang diharapkan banyak orang atau masyarakat bukan hanya menjadi tanggungjawab sekolah, tetapi merupakan tanggungjawab dari semua pihak termasuk didalamnya orang tua dan dunia usaha sebagai customer internal dan eksternal dari sebuah lembaga pendidikan. Arcaro S Jerome menyampaikan  bahwa terdapat lima karakteristik sekolah yang bermutu yaitu : 1) Fokus pada pelanggan. 2) Keterlibatan total 3) Pengukuran 4) Komitmen 5) Perbaikan berkelanjutan (2005:38).
Mutu produk pendidikan akan dipengaruhi oleh sejauh mana lembaga mampu mengelola seluruh potensi secara optimal  mulai dari tenaga kependidikan, peserta didik, proses pembelajaran, sarana pendidikan, keuangan dan  termasuk hubungannya dengan masyarakat. Pada kesempatan ini, lembaga pendidikan Islam harus mampu merubah paradigma baru pendidikan yang berorientasi pada mutu semua aktifitas yang berinteraksi didalamnya, seluruhnya mengarah pencapaian pada mutu.
Suryadi Poerwanegara ( 2002 ; 12) menyampaikan ada enam ungsur dasar yang mempengarui suatu produk : 1) Manusia 2) Metode 3) Mesin 4) Bahan 5) Ukuran 6) Evaluasi Berkelanjutan.
Total quality management/manajemen mutu terpadu merupakan konsep yang mempunyai nilai-nilai yang baik untuk perkembangan organisasi di semua sektor kehidupan. TQM telah banyak di adopsi kedalam berbagai bidang terutama pada dunia bisnis dan ekonomi. Tetapi TQM bukan saja terpaku hanya untuk aspek bisnis dan ekonomi saja, nilai-nilai yang ada dalam manajemen mutu terpadu dapat diimplementasikan ke dalam dunia pendidikan yaitu di sekolah. Untuk itu kami mencoba membaha pada makalah ini yang berjudul “Implementasi Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) di Sekolah”.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat penulis ambil dari latar belakang masalah di atas adalah
1.2.1 Apakah pengertian, elemen pendukung, serta falsafah dari manajemen mutu terpadu?
1.2.2   Bagaimana implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah?
1.2.3 Bagaimana manfaat implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah?

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang dapat penulis ambil dari rumusan masalah di atas adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian, elemen pendukung, serta falsafah dari manajemen mutu terpadu.
1.3.2 Untuk mengetahui implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah.
1.3.3 Bagaimana manfaat implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian, Elemen Pendukung, Serta Falsafah dari Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Istilah utama yang terkait dengan kajian Total Quality Management (TQM) ialah continous improvement (perbaikan terus-menerus) dan Quality improvement ( Perbaikan Mutu ). Manajemen mutu terpadu merupakan salah satu strategi manajemen untuk menjawab tantangan external suatu organisasi guna memenuhi kepuasan pelanggan.
Mutu secara umum bisa diartikan sebagai kesluruhan gambaran dan karakteristik suatu produk berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan konsumen. Pengertian mutu dalam proses pendidikan Mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan.[4] Visi mutu terfokus pada pemenuhan kebutuhan kustomer yang dalam proses pendidikan adalah masyarakat.
Menurut Edward Sallis (1993:13) bahwa “Total Quality Management is a philosophy and a methodology which assist institutions to manage change and set their own agendas for dealing with the plethora of new external pressures.” Pendapat di atas menekankan pengertian bahwa manajemen mutu terpadu merupakan suatu filsafat dan metodologi yang membantu berbagai institusi dalam mengelola perubahan dan menyusun agenda masing-masing untuk menanggapi tekanan-tekanan faktor eksternal.
Manajemen berasal dari kata “ to manage “ yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu, jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.( Hasibuan, 2004: 1)
Manajemen Mutu Terpadu ( Total Quality Management) dalam kontek pendidikan merupakan sebuah filosofi metodologi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institutsi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan,, dan harapan pelanggan, saat ini  maupun masa yang akan datang. ( Edward Sallis, 2006:73). Sedangkan Santoso menyampaikan bahwa TQM merupakan suatu sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha yang berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi ( 2003:4). Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, tenaga kerja, proses, dan lingkungan ( Nasution M.N, 2004:18)
Pada hakekatnya tujuan institusi pendidikan adalah untuk menciptakan dan mempertahankan kepuasan para pelanggan.[5] Dalam TQM kepuasan pelanggan ditentukan oleh stakeholder lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena hanya dengan memahmi proses dan kepuasan pelanggan maka organisasi dapat menyadari dan menghargai kualitas. Semua usaha / manajemen dalam TQM harus diarahkan pada suatu tujuan utama, yaitu kepuasan pelanggan, apa yang dilakukan manajemen tidak ada gunanya bila tidak melahirkan kepuasan pelanggan.
Patricia Kovel-Jarboe (1993) mengutip Caffee dan Sherr menyatakan bahwa manajemen mutu terpadu adalah suaru filosofi komprehensif tentang kehidupan dan kehidupan dan kegiatan organisasi yang menekankan perbaikan berkelanjutan sebagai tujuan fundamental untuk meningkatkan mutu, produktivitas, dan mengurangi pembiayaan. Adapun istilah yang bersamaan maknanya dengan TQM adalah continous quality improvement (CQI) atau perbaikan mutu berkelanjutan. Tetapi TQM memfokuskan proses atau sistem pencapaian tujuan organisasi.

Elemen pendukung dalam TQM
Elemen-elemen pendukung dimaksud adalah :
1. Kepemimpinan
Kesuksesan dan kegagalan suatu organisasi selalu dihubungkan dengan kepemimpinan. Secara umum fungsi dari kepemimpinan adalah memudahkan tercapainya tujuan dari organisasi.[6] Terdapat 13 hal yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan dalam manajemen mutu terpadu yaitu :
Ø Pimpinan mendasarkan keputusan pada data, bukan hanya pendapat saja.
Ø Pimpinan merupakan pelatih, dan fasilitator bagi setiap individu/bawahan.
Ø Pimpinan harus secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh bawahan.
Ø Pimpinan harus bisa membangun komitmen, yang menjamin bahwa setiap orang memahami misi, visi, nilai dan target perusahaan yang jelas.
Ø Pimpinan dapat membangun dan memelihara kepercayaan
Ø Pimpinan harus paham betul untuk mengucapkan terima kasih kepada bawahan yang berhasil/berjasa
Ø Aktif mengadakan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram
Ø Berorientasi selalu pada pelanggan internal/eksternal
Ø Pandai menilai situasi dan kemampuan orang lain secara tepat
Ø Dapat menciptakan suasana kerja yang sangat menyenangkan
Ø Mau mendengar dan menyadari kesalahan
Ø Selalu berusaha memperbaiki system dan banyak berimprovisasi
Ø Bersedia belajar kapan saja dan di mana saja
2. Pendidikan dan Pelatihan
Kemampuan mendidik dan melatih semua karyawan, memberikan baik informasi yang mereka butuhkan untuk menjamin perbaikan mutu dan memecahkan persoalan. Pelatihan inti ini memastikan bahwa suatu bahasa dan suatu set alat yang sama akan diperbaiki di seluruh organisasi.
3. Struktur Pendukung
Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar, tetapi akan lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri.
4. Komunikasi
Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu ditempuh dengan cara berbeda-beda agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan.
Dalam hubungan antara personil di dalam organisasi selalu di jumpai komunikasi /hungungan secara formal ataupun nonformal. Inti dari hubungan itu adalah rasa saling menghormati diantara para personil. Seorang pemimpin dan personil lain dalam sebuah organisasi yang dalam hal ini adalah sekolah harulah bisa berkomunikasi dengan baik satu sama lain demi tercapainya tujuan bersama.[7]
5. Ganjaran dan Pengakuan
Tim individu yang berhasil menerapkan proses mutu harus diakui dan mungkin diberi ganjaran, sehingga karyawan lainnya sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Jadi pada dasarnya karyawan yang berhasil mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi panutan/contoh bagi karyawan lainnya.
6. Pengukuran
Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses manajemen mutu. Jelaskan, pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya berdasarkan data. Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya.

Falsafah Manajemen Mutu Terpadu
Dr. W. Edward Demings meletakkan kerangka pemikiran dalam perbaikan mutu pendidikan secara berkelanjutan yang terdiri dari hal-hal berikut:
1. Reaksi berantai untuk perbaikan kualitas.
2. Transformasi organisasi.
3. Peran esensial pimpinan.
4. Hindari praktik  manajemen yang merugikan.
5. Penerapan system of profound knowledge.

2.2 Implementasi Manajemen Mutu Terpadu (TQM) di Sekolah
Pada dasarnya TQM dalam dunia pendidikan menurut frankin P. schargel (1994:2) dalam buku Syafarudin (2002: 35 ) dikatakan bahwa Total qulity management education is process wich involves focusing on meeting and exceeding custumer expectations, continous impruvment, sharing responsibilities with employess, and reducasing scraf and rework. Artinya bahwa mutu terpadu pendidikan dipahami sebagai suatu proses yang melibatkan pemusatan pada pencapaian kepuasan harapan pelanggan pendidikan, perbaikan terus menerus, pembagian tanggung jawab, dengan para pegawai, dan pengurangan pekerjaan tersisa dan pengerjaan kembali.[8]
Hampir senada dengan pendapat Frankin dalam artikel Dheeraj mehrotra menekankan pada penerapan manajemen mutu yang disesuaikan dengan sifat-sifat dasar pendidikan. Sisi pelanggan yaitu siswa, orang tua dan masyarakat menjadi fokus utama.
Dengan mengkombinasikan prinsip-prinsip tentang mutu oleh para ahli dengan pengalaman praktek telah dicapai pengembangan suatu model sederhana akan tetapi sangat efektif untuk mengimplementasikan manajemen mutu terpadu di sekolah. Model tersebut terdiri dari komponen-komponen berikut :
Tujuan
:
Perbaikan terus menerus, artinya mutu selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan perubahan yang menyangkut kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Prinsip
:
Fokus pada pelanggan, perbaikan proses dan keterlibatan total.
Elemen
:
Kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan serta pengukuran.

Model di atas dibentuk berdasarkan tiga prinsip mutu terpadu yaitu :
1. Fokus pada pelanggan
Prinsip mutu, yaitu memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Dalam manajemen mutu terpadu, pelanggan dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Pelanggan internal (di dalam organisasi sekolah)
- Pelanggan eksternal (di luar organisasi sekolah)
Organisasi dikatakan bermutu apabila kebutuhan pelanggan bisa dipenuhi dengan baik. Dalam arti bahwa pelanggan internal, misalnya guru, selalu mendapat pelayanan yang memuaskan dari petugas TU, kepala Sekolah selalu puas terhadap hasil kerja guru dan guru selalu menanggapi keinginan siswa. begitu pula pada pelanggan eksternal misalnya masyarakat sekitar.[9]
2. Perbaikan proses
Konsep perbaikan terus menerus dibentuk berdasarkan pada premisi suatu seri (urutan) langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan output. Perhatian secara terus menerus bagi setiap langkah dalam proses kerja sangat penting untuk mengurangi keragaman dari output dan memperbaiki keandalan. Tujuan pertama perbaikan secara terus menerus ialah proses yang handal, dalam arti bahwa dapat diproduksi yang diinginkan setiap saat tanpa variasi yang diminimumkan. Apabila keragaman telah dibuat minimum dan hasilnya belum dapat diterima maka tujuan kedua dari perbaikan proses ialah merancang kembali proses tersebut untuk memproduksi output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan baik yang internal maupun yang eksternal menjadi puas.
3. Keterlibatan total
Setiap orang harus bepartisifasi dalam transformasi mutu. Bukan hanya tanggung jawab dari dewan sekolah atau pengawas. Mutu merupakan tanggung jawab semua pihak. Mutu menuntut semua orang ikut  berkontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan.[10] Warga sekolah wewenang/kuasa untuk memperbaiki output melalui kerjasama dalam struktur kerja baru yang luwes (fleksibel) untuk memecahkan persoalan, memperbaiki proses dan memuaskan.
Sedangkan, prinsip dasar manajemen mutu terdiri dari 8 butir, sebagai berikut:
1.    Setiap orang memiliki pelanggan.
2.    Setiap orang bekerja dalam sebuah system.
3.    Semua sistem menunjukkan variasi.
4.    Mutu bukan pengeluaran biaya tetapi investasi.
5.    Peningkatan mutu harus dilakukan sesuai perencanaan.
6.    Peningkatan mutu harus menjadi pandangan hidup.
7.    Manajemen berdasarkan fakta dan data.
8.    Fokus pengendalian (control) pada proses, bukan hanya pada hasil out put.
Syarat- syarat TQM dapat berlangsung di sekolah, yaitu:
v  Sekolah harus secara terus menerus melakukan perbaikan mutu produk (output) sehingga dapat memuaskan para pelanggan baik eksternal maupun internal.
v  Memberikan kepuasan kepada warga sekolah, komite sekolah, penyumbang dana pendidikan di sekolah tersebut.
v  Memiliki wawasan jauh kedepan.
v  Fokus utama ditujukan pada proses, kemudian baru menyusul hasil.
v  Menciptakan kondisi di mana setiap warga sekolah aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu.
v  Ciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi warga sekolah bukan dengan cara otoriter, sehingga diperoleh suasana yang kondusif bagi lahirnya ide-ide baru.
v  Rela memberikan ganjaran, pengakuan bagi yang sukses dan mudah memberikan maaf bagi yang belum berhasil/berbuat salah.
v  Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, baru berdasarkan pengalaman/ pendapat.
v  Setiap langkah kegiatan harus selalu terukur jelas, sehingga pengawasan lebih mudah.
v  Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama dalam upaya peningkatan mutu.
Di dalam artikel, ” Revolusi mutu di dalam Pendidikan,” Yohanes Burung- jay Bonstingl menguraikan secara singkat prinsip TQM yang ia percaya dapat mengubah pendidikan di sekolah. Ia menyebutnya dengan istilah “Empat pilar TQM”[11], antara lain:

1. Synergistic Relationships /Hubungan Sinergi.
Konsep ini menekankan pada ” sistematis pekerjaan yang dilakukan di mana semua waga sekolah dilibatkan”. Dengan kata lain, kerjasama sekelompok dan kolaborasi adalah sesuatu yang sangat penting. Konsep sinergi menyatakan bahwa capaian dan produksi ditingkatkan dengan penyatuan bakat dan pengalaman individu.Prinsip ini menekankan bahwa fokus utama organisasi sekolah adalah pada pelanggan dan penyalur. Pelanggan utama sekolah merupakan siswa itu sendiri dan penyalurnya adalah guru. Guru dan siswa adalah tim, dalam artian dibutuhkan kerjasama yang sinergi antara keduanya. Prinsip ini ditujukan agar tercapinya pengembangan kemampuan minat dan bakat siswa.
Di dalam kelas, guru-murid regu adalah tim . Produk kesuksesan mereka dalam bekerjasama adalah pengembangan kemampuan minat, dan karakter siswa. Siswa adalah pelanggan guru,sebagai penerima dari jasa bidang pendidikan untuk peningkatan dan pertumbuhan siswa. Guru dan sekolah adalah para penyalur dari efektif alat belajar, lingkungan, dan sistem untuk siswa. Sekolah bertanggung jawab untuk menjamin kelangsungan pendidikan para siswa dalam jangka panjang dengan proses pembelajaran tentang bagaimana cara belajar dan cara berkomunikasi.

2. Perbaikan Terus Menerus dan Evaluasi Diri.
Adanya perbaikan terus menerus, secara individual maupun secara berkelompok baik di dalam menyeting kualitas sekolah dengan jalan administrator bekerja berkolaborasi dengan pelanggan dan para guru. TQM menekankan evaluasi diri sebagai bagian dari suatu proses perbaikan berkelanjutan. Administrator berperan penting sekali dalam upaya perbaikan terus menerus dengan cara mempertegas disiplin, seperti pengendalian, perintah baik dengan intimidasi untuk kemajuan sekolah. TQM pendidikan dibutuhkan evaluasi diri.

3. Suatu Sistem dari Proses Berkelanjutan.
Perbaikan mutu adalah proses berkesinanmbungan bukan proses sekali jalan dan dalam waktu yang sebentar saja.[12]Pilar TQM yang ketiga yang diterapkan di akademis adalah pengenalan organisasi sebagai sistem dan pekerjaan yang dilaksanakan di dalam organisasi harus dilihat sebagai suatu proses berkelanjutan. Dalam pilar ketiga TQM pendidikan ini adalah organisasi dianggap sebuah sistem artinya komponen-komponen sekolah saling mempengaruhi dan saling ketergantungan. Guru dan siswa merupakan sistem dari sekolah, mutu ditujukan untuk mengidentifikasi dan memperbaiki komponen-komponen yang mengalami cacat/memerlukan perbaikan.

4. Kepemimpinan.
Prinsip ini menyatakan bahwa keberhasilan pelaksanaan TQM merupakan tanggung jawab dari manajemen puncak yaitu kepala sekolah. Implikasi dari pilar keempat ini adalah kepemimpinan sebagai alat dalam menerapkan manajemen mutu terpadu harus memiliki visi dan misi atau pandangan jauh yang jelas kedepannya. Mutu memelukan kepemimpinan dari anggota dewan sekolah dan administrator. [13]Aspek kepemimpinan sangat esensial sekali dalam perkembangan mutu. Kepemimpinan dilihat dari sudut formal yakni kepala sekolah sebagai pimpinan puncak wajib melakukan perbaikan-perbaikan serta mengendalikan pelaksanaan kegiatan sekolah dan para guru di sekolah harus mampu menetapkan konteks di mana para siswa dapat secara optimal mencapai potensi mereka melalui dampak dari kemajuan berkelanjutan yang disebabkan oleh kerja sama antara para guru dan para siswa tersebut.

2.3 Manfaat Implementasi Manajemen Mutu Terpadu (TQM) di Sekolah
adapun manfaat dari implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah, antara lain:
Ø  Membantu dalam menggambarkan kembali peran, tujuan dan tanggung-jawab sekolah. Dengan adanya penerapan TQM dalam pendidikan akan membantu memperjelas peranan masing-masing komponen sekolah. Seperti kepala sekolah, guru dan siswa, serta masyarakat
Ø  Memberikan bantuan dalam merencanakan pelatihan kepemimpinan secara menyeluruh untuk pendidik pada semua tingkatan.
Ø  Mendisain secara menyeluruh pengembangan anak. Artinya bahwa dengan adanya TQM akan memberikan manfaat pada desain atau rancangan dalam pengembangan peserta didik.



BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan, antara lain:
3.1.1  Banyak para sarjana yang berpendapat tentang manajemen mutu terpadu. Tetapi para sarjana sepakat bahwa dalam manajemen mutu terpadu, hal yang terpenting adalah proses atau sistem dalam pencapaian tujuan organisasi. Elemen pendukung dalam TQM adalah kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan, serta pengukuran. Adapun falsafah dari manajemen mutu terpadu adalah reaksi berantai untuk perbaikan kualitas, transformasi organisasi, peran esensial pimpinan, hindari praktik-orakti manajemen yang merugikan, dan penerapan system of profound knowledge.
3.1.2  Dalam implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah, hendaknya memperhatikan prinsip, syarat- syarat, dan empat pilar TQM sehingga pelaksanaannya dapat berlangsung dengan lancer.
3.1.3 manfaat dari implementasi manajemen mutu terpadu disekolah manajemen mutu terpadu bisa meningkatakan kualitas dari proses pendidikan dan hasil pendidikan sehingga bisa memenuhi harapan dan kepuasan Costumer.

3.2 Saran- saran
Adapun saran-saran yang penulis dapat berikan, antara lain:
3.2.1 Hendaknya sekolah- sekolah mulai mengimplementasikan manajemen mutu terpadu untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
3.2.2   Dalam pengimplementasiannya di sekolah hendaknya dilaksanakan secara sungguh- sungguh sehingga pelaksanaan berjalan lancer danhasil yang diinginkan tercapai secara optimal

DAFTAR PUSTAKA

РDr.M.Sobri Sutikno.2010.pengelolan pendidikan tintauan umum dan konsef islami. Bandung. Prospect 
РProf.Dr.H.Nanang Fatah.2004. konsef manajemen berbasis sekolah dan dewan sekolah. Bandung. Bani Quraisy
РProf.Dr.Hj. Sedarmayanti M.Pd.2009.Sumber daya manusia dan produktivitas kerja. Bandung. Cv Mandar Maju. 
РSyafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo.
Рhttp://edu-articles.com/lama/?pilih=lihat&id=45 yang diakses pada tgl 9 pebruari 2012
Рhttp://sekolah.8k.com/blank.html yang diakses pada tgl 10 pebruari  2012.
Рhttp://smanraja.blogspot.com/2012/02/manajemen-mutu-pendidikan.htm yang diakses pada tgl 10 pebruari 2012.

Sabtu, 27 April 2013


                                           BAB I
                                     PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun program dalam jabatan. Guru adalah salah satu contoh dari sekian jenis profesi, Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Menjadi profesional dalam suatu profesi adalah tuntutan yang akhirnya mampu meningkatkan kualitas keprofesian yang kita miliki.
B. Tujuan
- Untuk mengetahui lebih jauh tentang profesi
- Untuk mengetahui criteria pekerjaan sebagai profesi
- Mengetahui lebih jauh tentang konsep dasar profesionalisme
C. Rumusan Masalah
- Apakah profesi itu?
- Apa saja Kriteria pekerjaan sebagai profesi?
- Bagaimana konsep dasar profesionalisme itu?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:
1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek.
2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
5. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Berikut pengertian profesi dan profesional menurut DE GEORGE : PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. PROFESIONAL, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “PEKERJAAN / PROFESI” dan “PROFESIONAL” terdapat beberapa perbedaan : PROFESI :
- Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
- Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
- Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
- Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.

B. Pengertian Profesionalisme
Dalam Kamus Besar Indonesia, profesionalisme mempunyai makna; mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang profesional. Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional. Artinya sebuah term yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau profesinya. Menurut Supriadi, penggunaan istilah profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.
Konsep profsionalisme, seperti dalam penelitian yang dikembangkan oleh Hall, kata tersebut banyak digunakan peneliti untuk melihat bagaimana para profesional memandang profesinya, yang tercermin dari sikap dan perilaku mereka. Konsep profesionalisme dalam penelitian Sumardi dijelaskan bahwa ia memiliki lima muatan atau prinsip, yaitu: Pertama, afiliasi komunitas (community affilition) yaitu menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal atau kelompok-kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesi.
Kedua, kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand) merupakan suatu pendangan bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi). Setiap adanya campur tangan (intervensi) yang datang dari luar, dianggap sebagai hambatan terhadap kemandirian secara profesional. Banyak yang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak-hak istimewa untuk membuat keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut yang bersangkutan dalam situasi khusus. Ketiga, keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation) dimaksud bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan “orang luar” yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
Keempat, dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan tetap untuk melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik dipandang berkurang. Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan ruhani dan setelah itu baru materi, dan yang kelima, kewajiban sosial (social obligation) merupakan pandangan tentang pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
Kelima pengertian di atas merupakan kreteria yang digunakan untuk mengukur derajat sikap profesional seseorang. Berdasarkan defenisi tersebut maka profesionalisme adalah konsepsi yang mengacu pada sikap seseorang atau bahkan bisa kelompok, yang berhasil memenuhi unsur-unsur tersebut secara sempurna.
PROFESIONAL :
- Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
- Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
- Hidup dari situ.
- Bangga akan pekerjaannya.
CIRI-CIRI PROFESI
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi. Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas ratarata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu estándar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik.
C. Kriteria Pekerjaan menjadi sebuah profesi

Dalam rangka memahami lebih lanjut tentang profesi perlu diketahui adanya sepuluh macam kriteria yang diungkapkan oleh Horton Bakkington dan Robers Patterson dalam studi tentang jabatan profesi mengungkap sepuluh kriteria:
1. Profesi harus memenuhi kebutuhan masyarakat dan menggunakan prinsip keilmuan yang dapat diterima masyarakat.
2. Profesi harus menuntut suatu latihan profesional yang memadai dan membudaya.
3. Profesi menuntut suatu lembaga yang sistematis dan terspesialisasi.
4. Profesi harus memberikan keterangan tentang ketrampilan yang dibutuhkan di mana masyarakat umum tidak memilikinya.
5. Profesi harus sudah mengembangkan hasil dari pengalaman yang sudah teruji.
6. Profesi harus merupakan tipe pekerjaan yang bermanfaat.
7. Profesi harus sudah memerlukan pelatihan kebijaksanaan dan penampilan tugas.
8. Profesi harus mempunyai kesadaran ikatan kelompok sebagai kekuatan yang mampu mendorong dan membina anggotanya.
9. Profesi harus dijadikan batu loncatan mencari pekerjaan lain.
10. Profesi harus mengakui kewajibannya dalam masyarakat dengan meminta anggotanya memenuhi kode etik yang diterima dan dibangunnya.

Dari kriteria-kriteria yang ditetapkan tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjan dapat dikatakan pekerjaan profesi apabila memenuhi ciri-ciri:
a. Memenuhi spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas (pengetahuan dan keahlian).
b. Merupakan karir yang dibina secara organisatoris (keterkaitan dalam organisasi profesi, memiliki kode etik dan pengabdian masyrakat).
c. Diakui masyarakat sebagai suatu pekerjaan yang mempunyai status profesional (memperoleh dukungan masyarakat, perlindungan hukum dan mempunyai persyaratan kerja dan jaminan hidup yang layak).

Sesuai dengan pengertian profesi dan ciri-ciri yang diungkapkan di atas, maka pekerjaan guru adalah tugas keprofesian, mengingat hal-hal sebagai berikut:
1. Diperlukan persyaratan akademis dan adanya kode etik.
2. Semakin dituntut adanya kualifikasi agar tahu tentang permasalahan perkembangan anak (Shaleh, 2005:278-280).
Abudin Nata menambahkan tiga kriteria suatu pekerjaan profesional:
a. Mengandung unsur pengabdian
Setiap profesi dikembangkan untuk memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat. Setiap orang yang mengaku menjadi pengembang dari suatu profesi tertentu harus benar-benar yakin bahwa dirinya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tersebut.
b. Mengandung unsur idealisme
Setiap profesi bukanlah sekedar mata pencari atau bidang pekerjaan yang mendatangkan materi saja melainkan dalam profesi itu tercakup pengertian pengabdian pada sesuatu yang luhur dan idealis, seperti mengabdi untuk tegaknya keadilan, kebenaran meringankan beban penderitaan sesama manusia.
c. Mengandung unsur pengembangan
Setiap bidang profesi mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan prosedur kerja yang mendasari pengabdiannya secara terus-menerus. Secara teknis profesi tidak boleh berhenti atau mandek. Kalau kemandekan teknik ini terjadi profesi itu dianggap sedang mengalami proses kelayuan atau sudah mati. Dengan demikian, profesipun manjadi punah dari kehidupan masyarakat (Nata, 2001:139).

Menurut Mukhtar Lutfi ada delapan kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut sebagai profesi yaitu:
1. Panggilan hidup yang sepenuh waktu.
2. Pengetahuan dan kecakapan atau keahlian .
3. Kebakuan yang universal.
4. Pengabdian
5. Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif
6. Otonomi
7. Kode etik
8. Klien.
Wolmer dan Mills dalam Sardiman mengatakan pekerjaan itu dikatakan sebagai profesi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang yang luas.
2. Merupakan karir yang dibina secara organisatoris.
3. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional. ( Sardiman, 2007:164).

Rahman Nata wijaya mengemukakan beberapa kriteria sebagai ciri suatu profesi:
1. Ada standar kerja yang baku dan jelas.
2. Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program pendidikan yang baik.
3. Ada organisasi yang memadai pelakunya untuk mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya.
4. Ada etika dan kode etik yang mengatur prilaku para pelakunya dalam memperlakukan kliennya.
5. Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku .
6. Ada pengakuan masyarakat (profesional penguasa dan awam) terhadap pekerjaan itu sebagai suatu profesi.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Konsep dasar profesionalisme adalah kunci dalam suatu profesi, karena hal inilah yang mendasari seseorang untuk bisa menjadi profesional dalam menjalankan profesi yang dimiliki.
Guru adalah salah satu dari profesi, dewasa ini memiliki profesi haruslah mampu menjadi profesional. Karena tuntutan perkembangan dan hal ini sejalan dengan dinamisasi sistem pendidikan. Menjadi seorang guru harus profesional karena nantinya guru’lah yang akan melahirkan generasi profesionalisme melalui profesinya itu.
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Edisi III, hal. 897.
Sjafri Sairin, Membangun Profesionalisme Muhammadiyah, (Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Tenaga Profesi [LPTP], 2003), hal 37.
Sumardi, Pengaruh Pengalaman Terhadap Profesionalisme Serta Pengaruh Profesionalisme Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja, Tesis, Undip, 2001.
0
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Setiap organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh organisasi tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khususnya perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis. Karena setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, inteligensi maupun sosial, satu sama lain saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
b. Masalah
Bagaimana perkembangan perilaku dan kepribadian seseorang?
c. Tujuan
- Mengetahui tentang proses, tahapan, dan karakteristik perkembangan aspek fisik dan perilaku motorik
- Mengetahui proses, tahapan, dan karakteristik perkembangan aspek bahasa dan perilaku kognitif
- Mengetahui perkembangan aspek sosial
- Mengetahui aspek moral dan kepribadian

BAB II
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Fisik dan Perilaku Psikomotorik
a. Perkembangan fisik
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
Awal dari perkembangan pribadi seseorang asasnya bersifat biologis. Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya, normlitas dari konstitusi, struktur dan kondisi talian dengan masalah Body-Image, self-concept, self-esteem dan rasa harga dirinya. Perkembangannya fisik ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1. Perkembangan anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan badan secara keseluruhan.
2. Perkembangan fisiologi
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan.
Aspek fisiologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah otak (brain). Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel yang lainnya.
b. Perkembangan perilaku psikomotorik
Loree (1970 : 75) menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus di kuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working).
Dua prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk perilaku psikomotorik ialah (1) bahwa perkembangan itu berlangsung dan yang sederhana kepada yang kompleks, dan (2) dan yang kasar dan global (gross bodily movements) kepada yang halus dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely coordinated movements).
(1) Berjalan dan Memegang Benda
Keterampilan berjalan diawali dengan gerakan-gerakan psikomotor dasar (locomotion) yang harus dikuasainya selama tahun pertama dari kehidupannya. Perkembangan psikomotorik dasar itu berlangsung secara sekuensial, sebagai berikut: (1) keterampilan bergulir (roil over) dan telentang menjadi telungkup (5 : 8 bulan), (2) gerak duduk (sit up) yang bebas (8,3 bulan), (3) berdiri bebas (9,0 bulan) berjalan dengan bebas (13,8 bulan) (Lorre, 1970: 75).
(2) Bermain dan Bekerja
Mulai usia 4-5 tahun bermain konstruksi yang fantastik itu dapat beralih kepada berbagai bentuk gerakan bermain yang ritmis dan dinamis, tetapi belum terikat dengan aturan-aturan tertentu yang ketat.
(3) Proses Perkembangan Motorik
Di samping faktor-faktor hereditas, faktor-faktor lingkungan alamiah, sosial, kultural, nutrisi dan gizi serta kesempatan dan latihan merupakan hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap proses dan produk perkembangan fisik? dan perilaku psikomotorik.
2. Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitis
a. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.
Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan memahami kegiatan /gerakan atau gesturenya (bahasa tubuhnya).
2. Pengembangan Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3. Penyusunan Kata-kata menjadt kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai: “gesture” untuk melengkapi cara benpikirnya.
4. Ucapan. Kemampuan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dan orang lain (terutama orangtuanya). Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu.
Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut.
1. Eqocentric Speech
2. Socialized Speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman), (d) questions (pertanyaan), dan (e) answers (jawaban).
Berbicara monolog (egocentric speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada umumnya di lakukan oleh anak berusia 2-3 tahun; sementara yang “sociaized speech” mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment).
b. Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin, 1972).
Terdapat hubungan yang amat erat antara perkembangan bahasa dan perilaku kognitif. Taraf-taraf penguasaan keterampilan berbahasa dipengaruhi, bahkan bergantung pada tingkat-tingkat kematangan dalam kemampuan intelektual. Sebaliknya, bahasa merupakan sarana dan alat yang strategis bagi 1ajunya perkembangan perilaku kognitif.
Perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu menurut Loree.(1970:77), dapat dideskripsikan dengan dua cara dua ialah secara kualitatif dan secara kuantitatif.
(1) Perkembangan Fungsi-Fungsi Kognitif secara Kuantitatif perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan basil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dan sampai ke tingkatan usia tertentu (3-5 tahun sampai usia 30-35 tahun, misalnya) secara test-retest yang alat ukurnya disusun secara sekuensial (Standford Revision Binet Test). Dengan menggunakan hasil pengukuran tes yang rnencakup General Information and Verbal Analogies, Jones and Conrad (Loree, 1970:78) telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan inteligensi, yang dapat ditafsirkan antara lain sebagai berikut.
(a) Laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai ,masa remaja awal, setelah itu kepesatan nya berangsur menurun.
(b) Puncak perkembangan pada umumnya dicapai di penghujung masa remaja akhir (sekitar usia dua puluhan); perubahan-perubahan yang amat tipis sampai usia 50 tahun, setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai usia 60 tahun, untuk selanjutnya berangsur menurun (deklinasi).
(c) Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan khusus tertentu.
(2) Perkembangan Perilaku Kognitif secara Kualitatif
Piaget membagi proses perkembangan fungsi dan peri itu ke dalam empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda.
(a) Sensorimotor period (0,0 – 2,0). Periode ini ditandai penggunaan sensorimotorik (dalam pengamatan penginderaan) yang intensif terhadap dunia sekitar. Prestasi intelektual yang dicapai dalam periode ini ialah perkembangan bahasa, hubungan tentang obyek kontrol skema, kerangka berpikir, pembentukan pengertian, pengenalan hubungan sebab-akibat. Perilaku kognitif tampak antara lain:
(1) menyadari dirinya berbeda dan benda-befl sekitarnya;
(2) sensitive terhadap rangsangan suara dan cahaya;
(3) mencoba bertahan pada pengalaman-pengalaman yang menarik;
(4) mendefinisikan objek/benda dengan manipulasinya;
(5) mulai memahami ketetapan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya berubah.
(b) Preoperational. period (2,0 – 7,0). Periode ini terbagi ke dalam dua tahapan ialah preconceptual (2,0-4,0) dan intuitive (4,0 – 7,0). Periode preconceptual ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transduktif (menarik konklusi tentang sesuatu yang khusus; sapi disebut juga kerbau). Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan yang bersifat egocentric (belum memahami cara orang lain memandang objek yang sama), seperti searah (selancar). Perilaku kognitif yang tampak antara lain:
(1) self-centered dalam memandang dunianya;
(2) dapat mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal yang lainnya;
(3) dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri atau kriteria tertentu;
(4) dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dan dua benda yang tidak her sentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama.
(c) Concrete erational (7,0 – 11 or 12,0)
Tiga kemampuan dan kecakapan yang baru yang menandai periode ini, ialah: rnengklasifikasikan angka-angka atau bilangan. Dalam periode mi anak mulai pula mengkonservasi pengetahuan tertentu. Perilaku kognitif yang tampak pada periode ini ialah kemampuannya dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret.
(d) Formal operational period (11,0 or 12,0 – 14,0 or 15,0)
Periode ini ditandai dengan kernampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit. Pen laku kognitif yang tampak pada kita antara lain:
(1) kemampuan berpikir hipotetis-deduktif (hypothetico-deductive thinking);
(2) kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada (a combinational analysis);
(3) kemampuan mengembangkan suatu proporsi atau dasar proporsi-proporsi yang diketahui (proportional thinking);
(4) kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dan berbagai kategori objek yang beragam.
Tokoh lain yang melakukan studi terhadap masalah ini secara mendalam ialah Jerome Bruner (1966) ia membagi proses perkembangan perilaku kognitif ke dalam tiga periode ialah:
(1) enactive stage, merupakan suatu masa ketika individu berusaha memahami lingkungannya. tahap mi mirip dengan sensorimotor period dan Piaget;
(2) iconic stage, yang mendekati kepada preoperational period dan Piaget; dan
(3) symbolic stage, yang juga mendekati ciri-ciri formal operational peniode dan Piaget.
Dari telaahan kita terhadap perkembangan bahasa dan perilaku serta fungsi-fungsi kognitif itu, jelaslah mempunyai implikasi yang sangat penting bagi pengernbangan sistem dan praktik pendidikan seperti yang disarankan oleh Gage & Berliner (1975:375-378), antara lain para pendidik seyogianya mampu untuk melaksanakan hal-hal berikut:
(1) intellectual empathy;
(2) using concrete objects;
(3) using inductive approach;
(4) sequencing instruction;
(5) taking amount of fit of new experience;
(6) applying student self-regulation principles;
(7) developing cognitive values of interaction.
3. Perkembangan Perilaku Sosial, Moralitas dan Keagamaan
a. Perkembangan Perilaku sosial
Secara potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon), kata Plato.
Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain (ingat kisah Singh Zingh di India dan Itard di Perancis, bayi yang disusui dan dibesarkan binatang tidak dapat dididik kembali untuk menjadi manusia biasa).
1) Proses sosialisasi dan perkembangan sosial
Secepat individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogianya ia perbuat seperti yang diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut sosialisasi.
Loree (1970:86) dengan menyitir pendapat English & English (1958) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya.
2) Kecenderungan Pola Orientasi Sosial
Branson (Loree, 1970:87-89) mengidentifikasi berdasarkan hasil studi longitudinalnya terhadap anak usia 5-16 tahun bahwa ada tiga pola kecenderungan sosial pada anak, ialah (1) withdrawal-expansive, (2) reactivity-placidity dan passivity-dominance. Kalau seseorang telah memperhatikan orientasinya pada salah satu pola tersebut, maka cenderung diikutinya sampai dewasa.
b. Perkembangan Moralitas
1. Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b) larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tingi kelompok sosialnya.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan Anak memperoleh nilai-nilai moral dan lingkungannya dan orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil.
3. Proses Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut.
1. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Di samping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral mi, adalah keteladanan dan orangtua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral
2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kiai, artis atau orang dewasa lainnya).
3. Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus .di kembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
c. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Sejalan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagarnaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan volisional (konatifl, mengalami perkembangan. Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada garis besarnya per kembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda.
4. Perkembangan Perilaku Afektif, Konatif dan Kepribadian
a. Perkembangan Fungsi-Fungsi Konatif dan Hubungannya dengan Pembentukan
Fungsi konatif atau motivasi itu merupakan faktor penggerak perilaku manusia yang bersumber terutama pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya (basic needs). Jenis-jenis kebutuhan manusia itu berkembang mulai dari sifat yang alami (misalnya, kebutuhan dasar biologis) sampai kepada yang bersifat dipelajari sebagai pengalaman interaksi dengan lingkungannya.
Di dalam kenyataan yang berkembang itu bukanlah jenis motif atau kebutuhan, melainkan beberapa sifatnya, misalnya objek dan caranya, itensitasnya, dan sebagainya.
b. Perkembangan Emosional dan Perilaku Afektif
Emosi itu dapat didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks ( a complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau muncul sebelum /sesudah terjadinya perilaku.
Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable), perubahan-perubahan fisiologis, yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atau terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable).
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir.
2. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
3. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
a. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
b. Emosi psikis, di antaranya adalah:
1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran.
2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok.
3) Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai balk dan buruk atau etika moral.
4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dan sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian.
5) Perasaan Ketuhanan. Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Perkembangan Kepribadian?
c. Perkembangan Kepribadian
1. Pengertian Kepribadian
Kepribadian dapat juga diartikan sebagai “kualitas perilaku individu yang tamj alamrnelakukan penyesuaian dirinya terhadap ling \kungan secara unik” Keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu sendiri, yaitu meliputi hal-hal berikut.
1) Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika pen laku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
2) Temperamen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat/lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan
3) Sikap terhadap objek (orang, benda, peristiwa, norma dan sebagainya) yang bersifat positif, negatif atau ambivalen (ragu-ragu).
4) Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dan lingkungan. Seperti: mudah tidaknya tersinggung marah, sedih atau putus asa.
5) ResponsibilitaS (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima risiko dan tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti: mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri risiko yang dihadapi.
6) Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Disposisi ini seperti tampak dalam sifat pribadi yang tertutup atau terbuka; dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Konsep Pembelajaran

Posted: Januari 13, 2011 in Kumpulan Makalah Pendidikan
0
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru, dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Untuk dapat membelajarkan siswa, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru ialah dengan menerapkan pendekatan CBSA. Pendekatan ini merupakan merupakan pendekatan pembelajaran yang tersurat dan tersirat dalam kurikulum yang berlaku.
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. CBSA menuntut keterlibatan mental yang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajaran akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip. Akan tetapi dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimanakah CBSA konsep pembelajaran?”
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan Manfaat dari makalah yang kami sajikan berikut ini yaitu :
-) mengetahui bagaimana konsep pembelajaran
-) mengetahui kebaikan dan kelemah satu Sistem CBSA

PEMBAHASAN
A. Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua perbuatan belajar, tetapi kadarnya yang berbeda tergantung pada jenis kegiatanya, materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai. Kegiatan tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti : mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, menyusun rencana, dan lain lain.
Pendekatan CBSA dinilai sebagai suatu system belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara mata kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap kegiatan menuntut siswa untuk terlibat secara langsung dan menuntut keterlibatan intelektual – emocional siswa melalui proses asimilasi, dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta pengalaman langsung dalam rangka membentuk ketrampilan (motorik, kognitif, dan sosial), penghayatan serta internalisasi nilai – nilai dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980, hal. 2)
Pendekatan sistem pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach)
2. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach)
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai tujuan
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan ditempuh sejak titik awal sampai mencapai sasaran
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengetahui/menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha
Pendekatan CBSA dinilai sebagai suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emocional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara matra kognitif, motorik, afektif, dan psikomotorik. ( A.Yasin, 1984, hal 24)
B. Rasional CBSA dalam pembelajaran
Siswa didik dipandang dari dua sisi yang berkaitan, yakni sebagai obyek pembelajaran dan sebagai subyek yang belajar. Siswa sebagai subyek dipandang sebagai manusia yang potencial sedang berkembangn, memiliki keinginan – keinginan, harapan, dan tujuan hidup, aspirasi dan motivasi dan berbagai kemungkinan potensi lainnya. Siswa sebagai subyek dipandang sebagai yang memiliki potensi yang perlu dibina, diarahkan dan dikembangkan melalui proses pembelajaran. Karena itu proses pembelajaran harus dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip manusiawi (humanistik), misalnya melalui suasana kekeluargaan, keterbukaan dan bergairah serta bervariasi sesuai dengan keadaan perkembangan siswa bersangkutan.
Penerapan dan pendayagunaan konsep CBSA dalam pembelajaran merupakan kebutuhan dan sekaligus sebagai keharusan dalam kaitannya dengan uapaya merealisasikan Sistem Pendidikan Nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yang pada giliranya berimplikasi terhadap system pembelajaran.
Cara belajar siswa aktif tersebut dapat berlangsung dengan efektif, bila guru melaksanakan peran dan fungsinya secara aktif dan kreatif, mendorong dan membantu serta berupaya mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan belajar yang telah ditentukan.
Peranan guru bukan sebagai orang yang menuangkan materi pelajaran kepada siswa, melainkan bertindak sebagai pembantu dan pelayanan bagi siswa.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru ialah;
1. menyiapkan lembar kerja,
2. menyusun tugas bersama siswa,
3. memberikan informasi tentang kegiatan yang diulakukan,
4. memberikan bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan,
5. menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan,
6. membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum,
7. memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lamban,
8. menyalurkan bakat dan minat siswa,
9. mengamati sikap aktifitas siswa.
Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan, bahwa pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA tidak diartikan guru menjadi pasif, melainkan tetap harus aktif namun tidak bersikap mendominisi siswa menghambat perkembangan potensinya. Guru bertindak sebagai guru inquiry, dan fasilitator.
C. Kadar CBSA
Kadar CBSA ditandai oleh semakin banyaknya dan bervariasinya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar.
D. Kebaikan dan kelemahan CBSA
Kebaikan CBSA
Kebaikan-kebaikan CBSA, yang dikemikakan oleh T. Raka Joni bahwa,
1. Ditunjukan melalui keberanian memberikan urung pendapat tanpa secara eksklusif diminta.
2. Keterlibatan mental di dalam kegiatan-kegiatan belajar yang telah berlangsung yang ditunjukan dengan peningkatan diri kepada tugas.
3. Belajar dengan pengalaman langsung indicator dari CBSA.
4. kekayaan bentuk dan variasi alat kegiatan belajar mengajar.
5. Kualitas interaksi antar siswa.
Kelemahan CBSA
Beberapa kelemahan dari CBSA menurut Oemar Hamalik;
1. Tidak menjamin dalam melaksanakan keputusan.
2. Diskusi tak dapat diramalkan.
3. Memasyarakatkan agar siswa memiliki keterampilan berdiskusi yang diperlukan secara aktif.
4. Membentuk pengaturan fisik dan jadwal yang luwes.
5. Dapat menjadi palsu jika pemimpin mengalami kesulitan mempertemukan berbagai pendapat.
6. Dapat didominasi oleh seseorang atau sejumlah siswa sehingga dia menolak pendapat peserta lain.
E. Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA
Hakikat CBSA adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa secara optimal dalam proses pembelajaran; dan setiap proses dapat menemukan kadar CBSA dari suatu proses pembelajaran, maka perlu mengenal terlebih dahulu rambu-rambu penyelenggara CBSA . yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah gejala-gejala yang tampak pada perilaku siswa dan guru baik dalam program maupun dalam proses pembelajaran.
Rambu-rambu yang dimaksud adalah :
(1) Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan
(2) Prakarsa dan keberanian siswa dalam mewujudkan minat, keinginan, dan dorongan-dorongan yang ada pada dirinya
(3) Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran
(4) Usaha dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran
(5) Keingintahuan yang ada pada diri siswa
(6) Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa
(7) Kuantitas dan kualitas usaha yang dilakukan guru dalam membina dan mendorong keaktifan siswa
(8) Kualitas guru sebagai inovator dan fasilitator
F. Evaluasi Belajar Dan Pembelajaran
 Pengartian, kedudukan, dan syarat-syarat umum evaluasi
a. Pengertian Penilaian
Penilaian adalah suatu upaya untuk mengetahui berapa banyak hal-hal telah dimilik oleh siswa dari hal-hal yang telah diajarkan oleh guru. Pengertian ini menunjukan bahwa pengukuran bersifat kuantitatif.
b. Kedudukan Evaluasi dalam Proses Pendidikan
Menurut Schwartz dkk, penilaian adalah suatu program untuk memberikan pendapat dan penentuan arti atau kaidah suatu pengalaman. Pengalaman adalah pengalaman yang diperoleh berkat proses pendidikan. Proses tersebut tampak pada perubahan tingkah laku atau pola kepribadian siswa
c. Syarat-syarat Umum Evaluasi
Penilaian yang akan dilaksanakan harus memenuhi persyaratan atau criteria sebagai berikut :
1. Memiliki validitas
2. Mempunyai reliabilitas
3. Objektivitas
4. Efisiensi
5. Kegunaan/kepraktisan
 Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran, pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
 Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran adalah evaluasi terhadap proses belajar mengajar diarahkan pada komponen-komponen system pembelajaran.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini kami dapat menarik kesimpulan bahwa dalam pembelajaran ditemukan adanya dua pelaku, guru berinteraksi dengan siswa, yang keduanya mencapai tujuan pembelajaran atau sasaran belajar yang serupa. Kadar CBSA dalam interaksi tersebut berbeda-beda. Pembelajaran ber-CBSA baik berciri (i) pembelajaran berpusat pada siswa, (ii) guru bertindak sebagai pembimbing pengalaman belajar, (iii) orientasi tujuan pada perkembangan kemampuan siswa secara utuh dan seimbang, (iv) pengelolaan pembelajaran menekankan pada kreativitas siswa, dan (v) optimalisasi kadar CBSA tersebut dapat diprogramkan dalam desain instruksional (persiapan mengajar) guru. Pembelajaran ber-CBSA merupakan wujud kegiatan atau unjuk kerja guru. Hampir dapat dikatakan bahwa guru profesional diduga berkemampuan mengelola pembelajaran berkadar CBSA tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud
www. google. com
5
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Dalam proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Dalam makalah ini akan membahas bagaimana perbedaan antara media pembelajaran, media pendidikan serta media massa dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yakni metode mengajar dan medis pendidikan sebagai alat bantú mengajar. Sedangkan penilaian adalah untuk mengukur atau menentukan taraf tercapai tidaknya tujuan pengajaran. Kedudukan media pendidikan sebagi alat bantú mengajar ada dalam komponen metodologi, sebagai salah satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
Di sini juga akan dibahas penggunaan media pembelajaran. Seperti yang kita ketahui media pembelajaran itu banyak macamnya. Untuk proses belajar mengajar yang baik kita harus menggunakan media pembelajaran yang tepat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian dalam makalah ini.
b. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Media Pembelajaran
2. Mengetahui perbedaaan Media Pembelajaran dengan Media Pendidikan dan Media Massa
3. Mengetahui Manfaat media pembelajaran dalam pengajaran bahasa inggris

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara () atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
Menurut Gerlach dan Ely (1971), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Sehingga guru, buku teks dan lingkungan sekolah marupakan media.
Fleming (1987: 234) menyatakan media berfungsi untuk mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak yaitu siswa dan isi pelajaran.
Hainich dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah media sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
Kesimpulannya, media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima. Sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
• Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran menurut Gagne dan Briggs (1975) media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar), foto, gambar, grafik, televisi dan computer.
• Media Pendidikan
Adapun pengertian media pendidikan itu antara lain:
a. Media pendidikan memiliki pengertian fisik (hardware) atau perangkat keras, yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar atau diraba dengan panea indera.
b. Media pendidikan memiliki pengertian nonfisik (software) atau perangkat lunak, yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.
c. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.
d. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
e. Media pendidikan dapat digunakan secara missal (radio, TV), kelompok besar dan kecil (film, slide, video, OHP), atau perorangan (modul, computer, radio, tape,/kaset, video recorder)
Jadi kesimpulannya, media pendidikan adalah perantara yang membawa informasi atau pesan-pesan sebagai sumber belajar, baik berupa software dan hardware. Contoh media pendidikan adalah gambar, foto, sketsa, diagram, bagan/chart, grafik, kartun, poster, radio dan lain-lain.
• Media Massa
Media massa berasal dari dua kata, yaitu media dan massa. Media adalah alat atau perantara, sedangkan massa adalah orang banyak dan masyarakat umum. Jadi dapat disimpulkan bahwa media massa adalah suatu perantara untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat atau orang banyak. Pesannya itu mengandung informasi-informasi yang diperlukan masyarakat, baik mengenai politik, sosial, ekonomi, maupun budaya. Sehingga dengan adanya media massa masyarakat mendapat pengetahuan tentang negaranya. Contoh dari media massa adalah surat kabar dan Koran.
B. Manfaat Media Pembelajaran
Salah satu alasan penggunaan media pembelajaran adalah terkait dengan manfaat media pembelajaran bagi keberhasilan belajar mengajar di kelas. Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan dalam belajar mengajar adalah pemilihan media pembelajaran yang tepat.
Menurut Hamalik (1986), media pembelajaran yang tepat dapat membangkitkan motivasi, keinginan minat, dan rangsangan kepada siswa. Sehingga dapat membantu pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, memadatkan informasi.
Adapun mengapa media pembelajaran yang tepat dapat membawa keberhasilan belajar dan mengajar di kelas, menurut Levie dan Lentz (1982), itu karena media pembelajaran khususnya media visual memiliki empat fungsi yaitu:
• Fungsi atensi, yaitu dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi dan pelajaran.
• Fungsi afektif, yaitu dapat menggugah emosi dan sikap siswa.
• Fungsi kognitif, yaitu memperlancar tujuan untuk memahami dan mengingat informasi/pesan yang terkandung dalam gambar.
• Fungsi compensations, yaitu dapat mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau secara verbal.
Alasan-alasan mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa yaitu:
a. Alasan yang pertama yaitu berkenaan dengan menfaat media pengajaran itu sendiri, antara lain:
1. Pengajaran lebih menarik perhatian siswa, sehingga menumbuhkan motivasi belajar.
2. Bahan pengajaran lebih jelas maknanya, sehingga dapat menguasai tujuan pembelajaran dengan baik.
3. Metode pengajaran akan bervariasi
4. Siswa dapat lebih banyak melakukan aktivitas belajar, seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
b. Alasan kedua yaitu sesuai dengan taraf berpikir siswa. Dimulai dari taraf berfikir konkret menuju abstrak, dimulai dari yang sederhana menuju berfikir yang kompleks. Sebab dengan adanya media pengajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan. Itulah beberapa alasan mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
C. Perbedaan Media dua dimensi dan tiga dimensi
1. Media Dua Dimensi
Media dua dimensi sering disebut media grafis. Media dua dimensi adalah media yang memiliki ukuran panjang dan lebar. Grafis sebagai media pengajaran dapat mengkombinasikan fakta-fakta, gagasan-gagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara ungkapan atau grafik. Kata-kata dan angka-angka dipergunakan sebagai judul dan penjelasan kepada grafik, bagan, diagram, poster, kartun dan komik. Sedangkan sketsa, lambing bahkan foto digunakan untuk mengartikan fakta, pengertian dan gagasan yang pada hakikatnya sebagai penyajian grafis. Contoh media dua dimensi C media grafis, yaitu:
a. Bagan
Yaitu kombinasi antara media grafis dan gambar foto yang dirancang untuk memvisualisasikan secara logis dan teratur mengenai fakta pokok atas gagasan. Fungsi bagan adalah untuk menunjukkan hubungan, perbandingan, jumlah relative, perkembangan, proses, klasifikasi dan organisasi.
b. Diagram
Yaitu suatu gambaran sederhana yang dirancang untuk memperlihatkan hubungan timbal-balik terutama dengan garis-garis.
c. Grafik
Yaitu penyajian data berangka. Grafik merupakan keterpaduan yang lebih menarik dengan sejumlah tabulasi data yang tersusun dengan baik. Tujuan dalam grafik adalah memperlihatkan perbandingan, informasi kualitatif dengan cepat serta sederhana. Beberapa macam grafik diantaranya yaitu grafik garis, batang, lingkaran, atau piring dan grafik.
d. Poster
Yaitu kombinasi visual dari rancangan yang kuat dengan makna dan pesan dengan maksud untuk menangkap perhatian orang yang lewat tetapi cukup lama menanamkan gagasan yang berarti dalam ingatannya. Poster berguna untuk motivasi, peringatan dan pengalaman yang kreatif.
e. Kartun
Yaitu penggambaran dalam bentuk lukisan atau karikatur tentang orang, gagasan, atau situasi yang didesain untuk mempengaruhi opini masyarakat.
f. Komik
Yaitu suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberi hiburan kepada para pembaca.
2. Media Tiga Dimensi
Yaitu media yang mempunyai panjang, lebar dan isi. Media tiga dimensi yang sering dipakai adalah model dan boneka. Model adalah tiruan 3 dimensional dari beberapa objek nyata yang terlalu besar, terlalu jauh, terlalu kecil, terlalu mahal, terlalu jarang, terlalu ruwet untuk dibawa ke kelas, dan dipelajari siswa dalam wujud aslinya.
1) Jenis model dan penggunaannya
a) Model padat (solid model), yaitu memperlihatkan bagian permukaan luar dari pada objek dan sering kali membuang bagian-bagian yang membingungkan gagasan-gagasan utamanya dari bentuk, warna dan susunannya. Contoh model padat yaitu boneka, bendera, bola, anatomi manusia. Guna model padat untuk membantu dan melayani para siswa sebagai informasi berbagai pengetahuan agar siswa lebih paham dalam pelajaran.
b) Model penanpang (cuteway model), yaitu memperlihatkan bagaimana sebuah objek itu tampak, apabila bagian permukaannya diangkat untuk mengetahui susunan bagian dalamnya. Model ini berguna untuk mata pelajaran biologi, karena berfungsi untuk mengganti objek sesungguhnya.
c) Model kerja (working model), yaitu tiruan dari objek yang memperlihatkan bagian luar dari objek asli. Gunanya untuk memperjelas dalam pemberian materi kepada siswa.
d) Mock-ups, yaitu penyederhanaan susunan bagian pokok dan suatu proses atau sistem yang lebih ruwet. Guru menggunakan mock-up untuk memperlihatkan bentuk berbagai objek nyata seperti kondensator-kondensator, lampu-lampu tabung,serta pengeras suara, lambing-lambang yang berbeda dengan apa yang tertera di dalam diagram.
e) Diorama, yaitu sebuah pemandangan 3 dimensi mini bertujuan menggambarkan pemandangan sebenarnya.
2) Jenis boneka dan penggunaannya
Contohnya boneka tangan, dan wayang yang dapat digunakan agar siswa menjadi lebih tertarik untuk belajar.
D. Berbagai bentuk media audio visual
Media audio visual terdiri dari dua kata yaitu audio dan visual. Audio artinya pendengaran atau dapat didengar, sedangkan visual yaitu yang Nampak oleh mata atau yang kelihatan. Jadi media audio visual adalah media yang dapat didengar dan dapat pula dilihat oleh panca indera kita. Contoh media audio visual yaitu televisi dan computer.
Kelebihan media Audio Visual, yaitu:
o Pada televisi; televisi bersifat langsung, dapat membawa dunia nyata ke rumah dan ke kelas-kelas, seperti orang, tempat-tempat, dan peristiwa-peristiwa, melalui penyiaran langsung/rekaman.
o Menghemat waktu guru dan siswa.
o Televisi bersifat langsung dan nyata, sehingga siswa dapat dengan jelas melihat program apa yang lagi ditayangkan dan dapat memaksimalkan fungsi inderanya yaitu mata dan telinga.
o Lebih menarik minat siswa
o Pelajaran lebih bervariasi dan berkesan
o Jangkauannya luas
Kelemahan media audio visual adalah:
o Keanekaragaman siaran di TV menyulitkan guru untuk memilih siaran mana yang baik dan sesuai dengan pelajaran.
o Alat dan dana yang tidak memungkinkan.
o Menyita waktu guru, karena harus menjelaskan lagi setiap peristiwa yang ada.
o Tidak setiap guru mampu menjelaskan peristiwa yang ada secara gambling.
E. Kriteria pemilihan media pelajaran
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pendidikan adalah sebagai berikut
- Relevansi pengadaan media pendidikan edukatif
- Kelayakan pengadaan media pendidikan edukatif
- Kemudahan pengadaan media pendidikan edukatif
Harus disadari bahwa setiap media memiliki kelemahan dan kelebiha. Pengetahuan tentang keunggulan dan keterbatasan media menjadi penting bagi gurudapat memperkecil kelemahan atas media yang dipilih oleh guru sekaligus dapat langsung memilih berdasarkan kriteria yang dikehendaki.
Kriteria pemilihan media pembelajaran yaitu:
• Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor.
• Keterpaduan (validitas).Media harus tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi.
• Media harus praktis, luwes dan bertahan. Jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber daya lainnya untuk memproduksi, tidak perlu dipaksakan. Media yang mahal dan memakan waktu yang lama bukanlah jaminan. Sebagai media yang terbaik. Sehingga guru dapat memilih media yang ada, mudah diperoleh dan mudah dibuat sendiri oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimanapun dan kapanpun dengan peralatan yang ada di lingkungan sekitarnya, dan mudah dibawa dan dipindahkan ke mana-mana.
• Media harus dapat digunakan guru dengan baik dan terampil. Apapun medianya, guru harus mampu menggunakan dalam proses pembelajaran. Komputer, proyektor transparansi (OHP), proyektor slide, dan film, dan peralatan canggih lainnya tidak akan berarti apa-apa jika guru belum dapat menggunakannya dalam proses belajar mengajar di kelas.
• Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang berupa latar belakang.
• Media yang digunakan harus sesuai dengan taraf berfikir siswa. Media yang digunakan harus dapat menunjang dan membantu pemahaman siswa terhadap pelajaran tersebut sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Menurut Prof. Drs Hartono Kasmadi M.Sc bahwa dalam memilih media pendidikan perlu dipertimbangkan adanya 4 hal yaitu: produksi, peserta didik, isi, dan guru.
1) Pertimbangan produksi
- Availabilty
- Cost
- Physical condition
- Accessibility to student
- Emotional impact.
2) Pertimbangan peserta
- Students characeristics
- Students relevance
- Students involvement
3) Pertimbangan isi
- Curriculair – relevance
- Content-soundness
- Presentation
4) Pertimbangan guru
- Teacher-Utilization
- Teacher peace of mind
BAB III
PENUTUP
Media merupakan suatu perantara (alat) untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan media yang tepat dapat menunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran. Media dua dimensi dan tiga dimensi masing-masing berbeda dan mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri. Media pembelajaran yang diuraikan diatas mampu diaplikasikan dalam pengajaran bahasa Inggris. Hal ini akan lebih mempermudah bagi guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Seperti yang kita ketahui media pembelajaran itu banyak macamnya. Untuk proses belajar mengajar yang baik kita harus menggunakan media pembelajaran yang tepat. Oleh karena itu guru harus dapat memilih media yang sesuai dengan bahan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik dan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Danim, Sudarbuan. 1995. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai.2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
S. Sadiman, Arief, dkk. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Harjanto. Perencanaan pengajaran. Rineka cipta