FAKTOR – FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
STRUKTUR MODAL PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG GO PUBLIC DI BEI
Pendahuluan
Dewasa ini
dunia usaha sangat tergantung sekali dengan masalah pendanaan, beberapa pakar
sepakat bahwa untuk keluar dari krisis ekonomi ini sektor riil harus digerakkan
untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Namun demikian banyak hambatan yang
dialami oleh dunia usaha, salah satunya yang sangat krusial adalah masalah
pendanaan ini. Dunia usaha mengalami kemunduran yang diakibatkan oleh kemacetan
kredit - kredit yang diberikan ke dunia usaha tanpa memperhitungkan batas
maksimum pemberian kredit dimasa lalu oleh perbankan dan masalah kelayakan
kredit yang disetujui. Oleh karenanya baik itu pihak manajemen maupun pihak
kreditor
sudah seharusnya mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah pendanaan ini. Dengan mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal diharapkan bisa menjadi bahan
pertimbangan bagi evaluasi manajemen.
Struktur modal
perusahaan merupakan salah satu faktor fundamental dalam operasi perusahaan.
Struktur modal suatu perusahaan ditentukan oleh kebijakan pembelanjaan (financing
policy) dari manajer keuangan yang senantiasa dihadapkan pada pertimbangan
baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang mencakup tiga unsur
penting, yaitu (Harnanto, 1995:306 dalam Rizal, 2002)
1.
Keharusan untuk membayar balas jasa atas penggunaan
modal kepada pihak yang menyediakan dana tersebut, atau sifat keharusan untuk
pembayaran biaya modal.
2.
Sampai seberapa jauh kewenangan dan campur tangan pihak
penyedia dana itu dalam mengelola perusahaan.
3.
Resiko yang dihadapi perusahaan.
Fungsi
keuangan merupakan salah satu fungsi penting bagi perusahaan dalam kegiatan
perusahaan. Dalam mengelola fungsi keuangan salah satu unsur yang perlu
diperhatikan adalah seberapa besar perusahaan mampu memenuhi kebutuhan dana yang
akan digunakan untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya. Pemenuhan dana ini
bisa bersumber dari dana sendiri, modal saham maupun dengan hutang, baik hutang
jangka pendek maupun hutang jangka panjang.
Keputusan
pendanaan keuangan perusahaan akan sangat menentukan kemampuan perusahaan dalam
melakukan aktivitas operasinya dan juga akan berpengaruh terhadap resiko
perusahaan itu sendiri. Jika perusahaan meningkatkan leverage maka perusahaan
ini dengan sendirinya akan meningkatkan resiko keuangan perusahaan. Dan
sebaliknya perusahaan harus memperhatikan masalah pajak, karena sebagian ahli
berpendapat bahwa penggunaan modal yang berlebihan akan menurunkan tingkat
profitabilitas. Untuk itu sebagian manajer tidak sepenuhnya mendanai
perusahaannya dengan modal tetapi juga disertai penggunaan dana melalui hutang
baik itu hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang karena terkait
dengan sifat penggunaan dari hutang tersebut yaitu bersifat mengurangi pajak.
Berdasarkan Balance Theory yang dikemukakan oleh
(Myers, 1984 ; Bringham, 1999) perusahaan mendasarkan diri pada keputusan suatu
struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal dibentuk dengan
menyeimbangkan keuntungan dari penghematan pajak atas penggunaaan hutang
terhadap biaya kebangkrutan. Thies & Klock (1991) menyatakan bahwa variabilitas
tingkat pendapatan berpengaruh negatif terhadap penggunaan hutang. Akan tetapi
Timman & Wessels (1980) mengatakan sebaliknya bahwa struktur modal dipengaruhi
non debt tax shield, variabilitas pendapatan dan pertumbuhan perusahaan.
Pecking
Order Theory mengatakan bahwa perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan
yang berasal dari internal dari pada eksternal perusahaan. Penggunaan dana
internal lebih didahulukan dibandingkan dengan penggunaan dana yang bersumber
dari eksternal. Urut-urutan yang dikemukakan oleh teori ini dalam hal pendanaan
adalah pertama laba ditahan diikuti dengan penggunaan hutang dan yang terakhir
adalah penerbitan ekuitas baru (Myers, 1984). Pemilihan urutan pendataan ini
menunjukkan bahwa pendanaan ini didasarkan dari tingkat cost of fund dari
sumber-sumber tersebut yang juga berkaitan dengan tingkat resiko suatu
investasi.
Banyak
penelitian-penelitian lain yang berkenaan dengan struktur modal seperti yang
dilakukan Timman & Wessels (1998), Norton (1991), Thies & Klock (1991),
Rajan & Zingales (1995), Wald (1999), Ghos, Cai & Li (2000), Ozkan
(2001) dan lain-lain dalam Journal of Economics
and Finance, Summer, 26, 2, p.200. Dari penelitian tersebut diperoleh
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal. Kecuali penelitian Agus Sartono
dkk (1999), yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
struktur modal di perusahaan manufaktur di Indonesia. Dan penelitian lanjutan
yang meneliti tentang struktur modal di Indonesia masih sangat sedikit.
Menurut Ferri
& John (1979 dalam Rizal, 2002) struktur keuangan dipengaruhi oleh beberapa
hal antara lain klasifikasi industri, ukuran perusahaan, risiko bisnis (business
risk), & operating leverage. Sedangkan Rajan & Zinggales
(1995 dalam Rizal, 2002 ) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang berhubungan
dengan leverage perusahaan yaitu tangible asset, the
market to book ratio (investment
opportunity), ukuran perusahaan (firm size) & profitabilitas perusahaan.
Sedangkan Wald (1999 dalam Rizal, 2002 ) mengatakan bahwa struktur modal berhubungan dengan
tingkat long term debt / asset ratio, resiko perusahaan,
profitabilitas, firm size & growth. Penelitian yang dilakukan Ghosh,
Cai & Li (2000 dalam Rizal, 2002 ) bahwa asset size, beban research
& development, beban periklanan, beban penjualan & koefisien
variasi dari cash flow digunakan dalam memprediksi faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal.
Sedangkan
Ozkan (2001 dalam Rizal, 2002) menemukan bahwa profitability, liquidity dan growth mempunyai pengaruh yang negatif
terhadap struktur modal. Dari beberapa penelitian tersebut, penulis
menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal
yang berkenaan dengan masalah pendanaan. Dimana faktor-faktor tersebut antara
lain klasifikasi industri, tangible asset, liquidity ratio, the market to
book ratio (invesment opportunity), resiko perusahaan,
profitabilitas, ukuran perusahaan (firm size) & pertumbuhan (growth).
Dari beberapa
faktor tersebut penulis mencoba untuk menyederhanakan dan memilih faktor-faktor
yang dianggap sangat dominan dalam mempengaruhi perilaku struktur modal.
Faktor-faktor yang akan diangkat dalam penelitian ini dalam rangka meneliti
pengaruh struktur modal terhadap faktor-faktor tersebut antara lain risiko
bisnis (bussines risk), struktur aktiva (tangibility of assets),
profitabilitas (profitability) dan ukuran perusahaan (firm size).
Alasan
diadakannya penelitian ini adalah untuk menguji kembali variabel-variabel yang
telah dikemukakan oleh Ferri & John (1979), Wald (1999), Rajan &
Zinggales (1995), Ghosh, Cai, dan Li (2000), dan Ozkan (2001) tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, apakah hasil penelitian
tersebut konsisten terhadap penelitian yang dilakukan di Indonesia khususnya
perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia., serta
melanjutkan kembali penelitian yang telah dilakukan Rizal (2002) tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal dengan memperluas variabel
penelitian dengan periode selama periode 2000-2003 dengan sampel penelitian
industri manufaktur.
Penelitian ini
mencoba menjelaskan bagaimana pengaruh risiko bisnis (bussines risk), struktur aktiva (tangibility of assets), profitabilitas (profitability) dan ukuran perusahaan (firm size) terhadap struktur modal pada industri manufaktur yang
telah listing di BEI selama periode 2004-2006.
Tinjauan Pustaka
Teori Struktur Modal
Struktur Modal
Salah satu isu paling penting yang dihadapi oleh
para manajer keuangan adalah hubungan antara struktur modal dan nilai
perusahaan. Menurut Riyanto (2001 : 296) Struktur Modal adalah perimbangan atau
perbandingan antara modal asing (jangka panjang) dengan modal sendiri.
Sedangkan menurut Sartono (2001:125), yang dimaksud dengan struktur modal
merupakan perimbangan jumlah utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang
jangka panjang, saham preferen dan saham biasa. Struktur keuangan adalah perimbangan
antara utang dengan modal sendiri. Dengan kata lain struktur modal merupakan
bagian dari struktur keuangan.
Beberapa teori struktur modal telah dikembangkan
khususnya untuk menganalisis penggunaan utang terhadap nilai perusahaan dan
biaya modal. Dalam hal ini Sartono (2001 : 225) telah mengemukakan tiga teori
struktur modal yaitu: pendekatan laba bersih, atau net income (NI) approach, pendekatan laba operasi bersih, atau net operating income (NOI) approach dan
pendekatan tradisional.
Pendekatan laba bersih mengasumsikan bahwa
investor mengkapitalisasi atau menilai perusahaan dengan tingkat kapitalisasi
yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah utangnya dengan tingkat
biaya utang yang konstan pula. Karena tingkat kapitalisasi dan tngkat biaya
utang konstan maka semakin besar jumlah utang yang digunakan perusahaan, biaya
modal rata-rata tertimbang akan semakin kecil. Jika biaya modal rata-rata
tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan utang semakin besar, maka
nilai perusahaan akan meningkat. Nilai perusahaan meningkat jika
perusahaan menggunakan utang semakin
besar.
Pendekatan laba operasi bersih mengasumsikan bahwa
investor memiliki reaksi yang berbeda terhadap penggunaan utang oleh
perusahaan. Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang
konstan berapapun tingkat utang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama
diasumsikan bahwa biaya utang konstan seperti halnya dalam pendekatan laba
bersih.Kedua, penggunaan utang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat
sebagai peningkatan risiko perusahaan. Oleh karena itu tingkat keuntungan yang
disyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat
meningkatnya risiko perusahaan. Konsekuensinya biaya modal rata-rata tertimbang
tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting.
Pendekatan tradisional yang banyak dianut oleh
para praktisi dan akademis mengasumsikan, bahwa hingga satu leverage tertentu,
risiko perusahaan tidak mengalami perubahan, sehingga baik tingkat biaya utang
maupun tingkat kapitalisasirelatif konstan. Tetapi setelah leverage atau rasio utang tertentu, biaya utang dan biaya
modal meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri akan semakin besar dan bahkan
akan lebih besar dari pada penurunan biaya karena penggunaan utang yang lebih
murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan
setelah leverage tertentu akan meningkat. Maka nilai perusahaan mula-mula
meningkat dan akan menurun sebagai akibat penggunaan utang yang semakin
besar.Menurut pendekatan tradisional, terdapat struktur modal yang optimal
untuk setiap perusahaan. Struktur modal yang optimal tersebut terjadi pada saat
nilai maksimum atau struktur modal yang
mengakibatkan biaya modal rata-rata tertimbang minimum.
Teori Trade off Model
Megginson
(1997) model Trade off theory
menggambarkan bahwa struktur model yang optimal dapat ditentukan dengan
menyeimbangkan keuntungan atas penggunaan utang dengan cost financial dan agency
problem (Yuniningsih, 2002). Trade
off theory menyatakan bahwa struktur modal optimal tercapai pada saat
terjadi keseimbangan antara manfaat penggunaan utang dengan biaya menggunakan
utang (Mutamimah, 2003). Mirza (1996) the
trade–off model memang tidak dapat dipergunakan untuk menentukan modal yang
optimal secara akurat dari suatu perusahaan tetapi melalui model ini
memungkinkan dibuat 3 model kesimpulan tentang penggunaan leverage (Aji, 2003) yaitu :
1.
Perusahaan dengan risiko usaha yang lebih rendah dapat
meminjam lebih besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial distress sehingga diperoleh keuntungan
pajak karena penggunaan hutang yang lebih besar.
2.
Perusahaan yang memiliki tangible assets dan marketable assets seharusnya dapat menggunakan
hutang yang lebih besar dari pada perusahaan yang memiliki nilai terutama dari
itangible assets. Hal ini disebabkan itangible
assets lebih mudah untuk kehilangan nilai apabila terjadi financial distress, dibandingkan standar
asset dan tangible asset.
3.
Perusahaan di Negara yang tingkat pajaknya tinggi
seharusnya memuat hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya dari pada
perusahaan yang dibayarkan diakui pemerintah sebagai biaya sehingga mengurangi
pajak penghasilan.
Teori Modigliani dan
Miller (M&M)
Modigliani –
Miller (1958) dalam artikelnya yang berjudul “the cost corporation Finance and
the theory of investment” mengemukakan bahwa nilai suatu perusahaan akan
meningkat dengan meningkatnya DER karena adanya efek dari corporate tax rate shield. Hal ini disebabkan karena dalam keadaan
pasar sempurna dan adanya pajak, pada umumnya bunga dibayarkan akibat
penggunaan hutang dapat digunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikarenakan
pajak atau dengan kata lain bersifat tax
deductible. Dengan demikian, apabila 2 perusahaan yang memperoleh laba
operasi yang sama tetapi yang satu menggunakan hutang dan membayar bunga
sedangkan perusahaan yang lain tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan
membayar pajak penghasilan yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak
merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka nilai perusahaan yang
menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak
menggunakan hutang. Namun pendapat M&M yang menunjukkan bahwa perusahaan
dapat meningkatkan nilainya bila menggunakan hutang sebesar-besarnya (dalam
keadaan kena pajak) ini mengandung kritik dan keberatan dari para prektisi.
Keberatan tersebut disebabkan oleh asumsi yang digunakan M&M dalam analisis
mereka, yaitu pasar modal yang sempurna. Adanya ketidak sempurnaan pasar modal
menyebabkan pemilik perusahaan atau pemegang saham mungkin keberatan untuk
menggunakan leverage yang ekstrim
karena akan menurunkan nilai perusahaan. Apabila pasar modal tidak sempurna,
kemungkinan antara lain munculnya biaya kebangkrutan, biaya keagenan atau
adanya informasi asimetris (Husanan, 1998).
Pecking Order Theory
Secara singkat
teori ini menyatakan bahwa : (a) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan
berwujud laba ditahan), (b) Apabila pendanaan dari luar (eksternal financing)
diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman
terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh
sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya
apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Sesuai dengan teori ini,
tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena ada dua jenis modal
sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang berasal dari dalam
perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan.
Menurut Myers (1996) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal
internal, yaitu dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi.
Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada packing order theory adalah
: internal fund (dana internal), debt (hutang), dan equity (modal
sendiri) (Kaaro, 2003;53 dalam Saidi, 2001).
Dana internal
lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri
lagi” dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa memperoleh sumber dana yang
diperlukan tanpa memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat
penerbitan saham baru. Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang
daripada modal sendiri karena dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya
emisi.
Biaya emisi
obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru (Suad Husnan, 1996;325), hal
ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan haraga saham lama.
Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai
kabar buruk oleh pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan
antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen
dengan pihak pemodal.
Faktor–Faktor Yang
Mempengaruhi Struktur Modal
Risiko Bisnis
Elton dan
Gruber (1995), menyatakan bahwa pengukuran beta suatu saham bisa dilakukan
dengan menggunakan Single Index Model. Model ini berasumsi bahwa return saham
berkorelasi dengan perubahan return pasar, dan untuk mengukur korelasi
tersebut bisa dilakukan dengan return indeks pasar.
Suatu
sekuritas yang mempunyai beta lebih
besar dari satu (slope >1), berarti bahwa sekuritas tersebut
mempunyai risiko sistematis yang lebih besar daripada portofolio pasar sebagai
keseluruhan. Sekuritas semacam ini disebut investasi yang agresif, sebaliknya
suatu sekuritas yang mempunyai beta lebih kecil dari satu (slope <1),
berarti bahwa sekuritas tersebut mempunyai risiko sistematis yang lebih kecil
daripada portofolio pasar sebagai keseluruhan. Sekuritas semacam ini disebut
investasi yang defensif (Horne and
Wochowicz, 1995).
Variabilitas
pendapatan suatu perusahaan akan mempunyai pengaruh terhadap tingkat penggunaan
modal asing, karena dapat digunakan sebagai jaminan dalam memenuhi beban tetap
yang harus ditanggung oleh perusahaan yang berupa hutang pokok dan bunga. Ada
dua buah resiko yang dihadapi oleh perusanaan yaitu risiko sistematis (systematic
risk) dan resiko tidak sistematis (unsystematic risk). Unsystematic
risk merupakan risiko yang dapat didiversifikasi, sebaliknya systematic
risk merupakan risiko yang tidak dapat didiversifikasi. Systematic risk disebut juga risiko pasar. Jones (1996)
mengatakan bahwa resiko sistematis diukur dengan beta. Menurut Hartono (2000)
beta merupakan suatu pengukur volatilitas return suatu sekuritas
terhadap return pasar. Voltialitas merupakan fluktuasi dari return-return
suatu sekuritas atau portofolio. Jika fluktuasi return-return
sekuritas atau partofolio secara sistematik mengikuti fluktuasi dari return-return
pasar, maka beta dan sekuritas tersebut dikatakan bernilai 1. Hal ini
menunjukkan bahwa resiko sistematik suatu sekuritas atau portofolio sama dengan
resiko pasar.
Moh'd, Perry dan
Rimbey (1995) mengatakan perusahaan yang mempunyai resiko tinggi akan kesulitan
mencari dana eksternal. Hal ini konsisten dengan penemuan Chung (1993; bahwa
semakin tinggi resiko yang dihadapi perusahaan maka perusahaan tersebut
cenderung untuk mempunyai hutang yang sedikit.
Struktur Aktiva
Variabel ini
berhubungan dengan jumlah kekayaan (asset) yang dapat dijadikan jaminan. Perusahaan
yang lebih fleksibel cenderung menggunakan hutang lebih besar dari pada
perusahaan yang struktur aktivanya tidak fleksibel (Wahidahwati, 2000).
Investor akan selalu memberikan pinjaman bila ada jaminan. Myers dan Majluf
(1984) mengatakan bahwa komposisi aset perusahaan mempengaruhi sumber
pembiayaan. Brigham dan Gapensky (1996) mengatakan bahwa secara umum perusahaan
yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih mudah mendapatkan hutang
daripada perusahaan yang tidak memiliki jaminan terhadap hutang. Hasil dari
Moh'd et. al (1998), Ghosh et. al. (2000) dan Chung (1993)
mengatakan bahwa rasio aktiva tetap mempunyai pengaruh yang positif signifikan
terhadap tingkat hutang perusahaan.
Profitabilitas
Brigham dan
Houston (2001:40), mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengambilan yang
tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat
pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan
pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Beberapa penelitian yang
pernah dilakukan khususnya penelitian empiris yang telah dilakukan oleh
Krishnan (1996), Badhuri (2002), Moh’d (1998), dan Majumdar (1999) menunjukkan
bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan.
Profitabilitas periode sebelumnya merupakan faktor penting dalam menentukan
kebutuhan pendanaan (Sartono, 2001: 248). Dengan laba ditahan yang besar,
perusahaan akan lebih senang menggunakan laba ditahan sebelum menggunakan
utang.
Sesuai dengan
teori pecking order, yang menyarankan
bahwa manajer lebih senang menggunakan pembiayaan dari pertama, laba ditahan,
kemudian utang, dan terakhir penjualan saham baru. Meskipun secara teoritis
sumber modal yang biayanya paling murah adalah utang, kemudian saham preferen
dan yang paling mahal adalah saham biasa serta laba ditahan. Sebagai
perimbangan lain adalah bahwa direct cost
untuk pembiayaan eksternal lebih tinggi dibanding dengan pembiayaan internal.
Selanjutnya penjualan saham baru justru merupakan sinyal negatif karena pasar
menginterprestasikan perusahaan dalam keadaan kesulitan likuiditas. Penjualan
saham baru tidak jarang mengakibatkan terjadinya delusi dan pemegang saham akan
mempertanyakan kemana laba yang diperoleh selama ini.
Sedangkan
Modigliani dan Miller telah membuat penjelasan tentang pajak bunga, perusahaan
dengan tingkat keuntungan atau laba yang tinggi akan menggunakan hutang yang
besar untuk mendapatkan keuntungan dari pajak. Lebih jauh lagi dengan adanya
ketidak jelasan informasi, perusahaan dengan tingkat keuntungan atau laba yang
tinggi akan meningkatkan struktur modalnya (Jensen, 1986). Jika hal tersebut
benar, maka akan ada hubungan antara profitabilitas dengan kebutuhan pendanaan.
Hal ini kontras dengan teori pecking
order.
Ukuran Perusahaan
Dalam
penelitian ini ukuran perusahan diproxi dengan logaritma natural dari total aktiva. Menurut Riyanto (1995;298),
kebanyakan perusahaan industri sebagian besar dari modalnya tertanam dalam
aktiva tetap (fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari
modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedang hutang sifatnya sebagai
pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan struktur finansial
konservatif horisontal yang menyatakan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya
paling sedikit dapat menutup jumlah aktiva tetap plus aktiva lain yang sifatnya
permanen. Dan perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva
lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi dapat dikatakan
bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh terhadap struktur modal.
Moh’d Larry
dan James (1998) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa struktur aktiva
mempengaruhi keputusan modal yang dilakukan oleh manajer. Demikian pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Bhaduri (2002) yang menunjukkan adanya pengaruh
dari struktur aktiva terhadap keputusan modal. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Krishan (1996) pada perusahaan-perusahaan besar di negara industri juga
menunjukkan adanya pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal.
Perusahaan
yang sudah well-established akan
lebih mudah memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil.
Karena kemudahan akses tersebut berarti perusahaan besar memiliki fleksibilitas
yang lebih besar pula (Sartono, 2001: 249).
Menurut
Brigham dan Houston (2001: 40), perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih
banyak mengandalkan modal eksternal. Biaya pengembangan untuk penjualan saham
biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat utang yang mendorong
perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan utang. Namun pada saat yang sama
perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih
besar, yang cenderung mengurangi keinginan untuk menggunakan utang.
Ukuran
perusahaan bisa dijadikan acuan untuk menilai kemungkinan kegagalan perusahaan
seperti:
a)
Biaya kebangkrutan adalah fungsi yang membatasi nilai
perusahaan;
b)
Perusahaan-perusahaan besar biasanya lebih suka
melakukan diversifikasi dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan kecil, dan
memiliki kemungkinan untuk bangkrut lebih kecil.
Maka pernyataan
ini bisa dijadikan sebagai petunjuk bahwa semakin besar ukuran perusahaan (size), akan memberikan kemungkinan bagi
perusahaan untuk memiliki hutang yang semakin besar / tinggi pula (Santi, 2003,
mengutip pendapat Titman dan Wessels, 1988). Oleh sebab itu, bisa diramalkan
bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif dengan struktur modal. Menurut
pendapat Rajan dan Zingales, 1995; Ferri dan Jones, 1979; dan Wiwattanakantang,
1999 yang dikutip oleh Mutamimah (2003) bahwa perusahaan besar cenderung menerbitkan
utang lebih besar dibanding perusahaan kecil, hal ini berarti ada hubungan
antara ukuran perusahaan dengan struktur modal. Berbeda dengan hasil
penelitiannya bahwa dari hasil regresi sebagai proksi dan trade off theory menunjukkan kalau ukuran perusahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal. Dari hasil Penelitian yang dilakukan oleh
Saidi (2004), telah memberikan kesimpulan, bahwa variabel ukuran perusahaan (size) berpengaruh paling dominan
terhadap struktur modal.
Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh :
1.
Ghozali dan Hendrajaya (2000) menganalisa hubungan
antara leverage faktor dan penggunaan hutang bank guna menganalisis
pengaruh monitoring dan pengawasan bank pada struktur modal optimal dengan
mengetahui perbedaan perusahaan dengan hutang bank dan tanpa hutang bank dalam
karakteristik perusahaan serta pengaruhnya terhadap leverage faktor.
Model yang digunakan adalah alat regresi berganda baik secara parsial /
simultan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan leverage faktor
antara perusahaan dengan hutang bank dan tanpa hutang bank. Variabel independen
margin laba dan profiitabilitas secara signifikan berpengaruh terhadap leverage
faktor baik pada perusahaan dengan hutang dan tanpa hutang bank, sedangkan
variabel independen volatilitas dan penjualan hanya berpengaruh terhadap
perusahaan tanpa hutang bank.
2.
McCue dan Ozcan (1992)
Penelitian yang dilakukan oleh ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
dari faktor-faktor penentu struktur modal rumah sakit di California. Penelitian
dilakukan terhadap 475 rumah sakit selama tahun 1982 hingga tahun 1987.
Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: asset
structure, growth, profitability, risk, size, tax shield, ownership
affiliation, payment system, dan market condition. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa, asset structure, growth, risk, size, ownership affiliation, dan
market condition berpengaruh signifikan terhadap keputusan struktur modal.
3.
Balakrishnan,
Srinivasan dan Isac Fox (1993)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari karakteristik
perusahaan terhadap struktur modal. Penelitian dilakukan terhadap
perusahaan-perusahaan manufaktur di Amerika Serikat tahun 1978 sampai dengan
tahun 1987. Variabel-variabel yang digunakan sebagai variabel bebas dalam
penelitian ini meliputi: earnings volatility, depreciation, R&D intensity,
dan growth opportunities. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik
perusahaan atau faktor-faktor yang menjadi penentu struktur modal adalah:
risiko yang diukur dengan earnings volatility, depreciation dan advertising.
4. Saidi (2004)
Penelitian
ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan (size),
risiko bisnis (business risk), pertumbuhan aktiva (growth of assets),
profitabilitas (profitability), struktur kepemilikan (ownership structure) terhadap struktur modal baik secara simultan
maupun parsial. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan manufaktur go public di Bursa Efek
Jakarta tahun 1997 – 2002. hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan ukuran perusahaan,
Risiko bisnis, Pertumbuhan aktiva, profitabilitas, dan struktur kepemilikan
perusahaan secara bersama – sama
berpengaruh terhadap struktur modal. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengambilan
keputusan mengenai struktur modal yang akan digunakan atau diterapkan. Risiko
bisnis tidak diperhatikan oleh manajer dalam pengambilan keputusan mengenai
struktur modalnya, hal ini tampak dari pengaruh parsial dari risiko bisnis
terhadap struktur modal yang tidak signifikan.
Kerangka Pemikiran
Salah satu
tugas manajer keuangan adalah memenuhi
kebutuhan dana. Di dalam melakukan tugas tersebut manajer keuangan dihadapkan
adanya suatu variasi dalam pembelanjaan, dalam arti kadang – kadang perusahaan lebih
baik menggunakan dana yang bersumber dari hutang (debt) kadang –
kadang perusahaan lebih baik kalau menggunakan dana yang bersumber
dari modal sendiri (equity). Oleh karena itu manajer keuangan di dalam
operasinya perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai
perimbangan antara besarnya hutang jumlah modal sendiri yang tercermin dalam
struktur modal perusahaan, perlu diperhitungkan berbagai faktor – faktor yang
mempengaruhi struktur modal, yaitu
ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan aktiva, profitabilitas,
dan struktur kepemilikan.
Adapun dalam
penelitian ini dapat digambarkan dalam model sebagai berikut :
Gambar 1
Model Penelitian
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Risiko Bisnis
Terhadap Struktur Modal
Dalam perusahaan
resiko bisnis akan meningkat jika menggunakan hutang yang tinggi. Hal ini juga
akan meningkatkan kemungkinan kabangkrutan. Hasil penelitian membuktikan bahwa
perusahaan dengan resiko yang tinggi seharusnya menggunakan hutang yang lebih
sedikit untuk menghindari kemungkinan kebangrutan (Titman & Wessels, 1998).
Atas dasar hal ini, maka dibuat hipotesis sebagai berikut :
H1 : Resiko Bisnis (business
risk) berpengaruh negatif secara signifikan terhadap struktur modal
perusahaan.
Pengaruh Struktur Aktiva Terhadap
Struktur Modal
Menurut
Riyanto (1995;298), kebanyakan perusahaan industri dimana sebagian besar
daripada modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed assets), akan mengutamakan
pemenuhan modalnya dari modal yang permanen yaitu modal sendiri, sedang hutang
sifatnya sebagai pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan
struktur finansial konservatif horizontal yang menyatakan bahwa besarnya modal
modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutup jumlah aktiva tetap
ditambah aktiva lain yang sifatnya permanen. Dan perusahaan yang sebagian besar
dari aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya
dengan hutang. Jadi dapat dikatakan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh
terhadap struktur modal. Atas dasar hal ini, maka dibuat hipotesis sebagai
berikut :
H2 : Struktur Aktiva (tangibility
of assets) berpengaruh positif secara signifikan terhadap struktur modal
perusahaan.
Pengaruh Profitabilitas
Terhadap Struktur Modal
Brigham dan
Weston (2001;40), mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang
tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat
pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan
pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Beberapa penelitian yang
pernah dilakukan khususnya penelitian empiris dilakukan oleh Krishnan (1996),
Badhuri (2002), Moh’d (1998),dan Majumdar (1999) menunjukkan bahwa
profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Atas dasar hal
tersebut, maka dibuat hipotesis sebagai berikut :
H3 : Profitabilitas berpengaruh
negatif secara signifikan terhadap struktur modal perusahaan
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap
Struktur Modal
Perusahaan
kecil akan cenderung untuk biaya modal sendiri dan biaya hutang jangka panjang
lebih mahal dari pada perusahaan besar. Maka perusahaan kecil akan cenderung
menyukai hutang jangka pendek dari pada hutang jangka panjang karena biayanya
lebih rendah. Demikian juga dengan perusahaan besar akan cenderung memiliki
sumber pendanaan yang kuat. Dengan demikian ukuran perusahaan akan memiliki
pengaruh terhadap struktur modal. Atas dasar hal tersebut, maka dibuat
hipotesis sebagai beriku :
H4 : Ukuran Perusahaan (firm size) berpengaruh positif secara
signifikan terhadap struktur modal perusahaan.
Metode Penelitian
Sampel dan data
Sampel
penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia selama tahun 2004-2006. Pengambilan sampel dilaksanakan melalui purposive sampling dengan kriteria :
perusahaan yang melaporkan laporan keuangan per 31 Desember, perusahaan yang
memperoleh laba positif selama periode pengamatan. Data perusahaan yang
dijadikan sampel yaitu sebanyak 71 perusahaan dengan metode pooled, sehingga data diperoleh sebanyak
213 observasi data.
Definisi Operasionalisasi
Variabel
Struktur Modal
Struktur
Modal, ditentukan dengan membandingkan total hutang jangka panjang atas modal
sendiri perusahaan (Riyanto, 2001) dengan persamaan sebagai berikut:
Risiko Bisnis
Risiko bisnis
diukur dengan diproxy dengan beta (b)
perusahaan. Dimana beta merupakan variabel tanpa satuan atau ukuran.
Beta merupakan
koefisien statistik yang menunjukkan ukuran resiko relative suatu saham terhadap portofolio pasar (Jones, 1998). Untuk
menghitung resiko sistematik setiap saham yang termasuk dalam penelitian,
dilakukan dengan menggunakan Model Indeks Tunggal sebagai berikut ini (Elton
dan Gruber, 1995)
Rit = αi + βi Rmt +
εit
Dimana :
Rit = return saham
perusahaan ke-i pada tahun ke-t
αi = intersep dari regresi untuk masing – masing perusahaan ke i
βi = beta untuk masing – masing perusahaan ke – i
Rmt = return indeks
pasar pada tahun ke-i
εit = kesalahan residu untuk persamaan regresi tiap – tiap
perusahaan ke-i pada tahun ke-t
Return Saham
Dimana :
Rt = Return
saham pada tahun ke-t
Pt = harga saham
pada tahun ke-t
Pt-1 = harga saham
pada tahun ke t-1
Return Pasar
Dimana :
Rmt = return
pasar pada tahun ke-t
IHSGt = indeks harga saham
gabungan pada tahun ke-t
IHSGt-1 = indeks harga saham gabungan pada tahun ke
t-1
Struktur Aktiva
Struktur
Aktiva merupakan rasio antara aktiva tetap dengan aktiva yang dimiliki
perusahaan (Husnan, 2002), dengan persamaan sebagai berikut:
Profitabilitas
Profitabilitas
(profitability) adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari
kegitan bisnis yang dilakukannya (Ghost, et.al., 2000). Dalam penelitian ini
pengukuran terhadap profitabilitas diukur dengan membandingkan laba setelah
pajak dengan total asset.
Ukuran Perusahaan
Ukuran
perusahaan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian (Krishnan dan Moyer,
1996) yang dihitung dengan diproxy dengan nilai logaritma dari total asset. (Ln
Total Asset)
Metode Analisis Data
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan
dilakukan dengan menggunakan model regresi linear berganda, di mana dalam
analisis regresi tersebut akan diuji pengaruh antara variabel independen
terhadap variabel dependen. Namun sebelumnya akan diuji terlebih dahulu syarat
penggunaan regresi linier yang meliputi: Uji Normalitas dan Uji Asumsi Klasik
yang meliputi uji multikolenieritas, uji heterokedastisitas, dan uji auto
korelasi.
Analisis Hasil
Penelitian
Statistik Deskriptif
Berdasarkan
pemilihan data yang dilakukan didapatkan jumlah sampel sebanyak 194 sampel
dengan data yang sudah terdistribusi normal selama periode penelitian. Setelah
dilakukan analisis diketahui uji deskriptif variabel dengan hasil sebagai
berikut:
Tabel-1
Deskriptif Variabel Penelitian
sumber:
data sekunder yang diolah
Dari hasil
otput diatas dapat dilihat bahwa sampel sebanyak 194 data observasi dengan
menggunakan data pool. Untuk analisis
statistik deskritif seperti pada hasil output diatas menunjukkan bahwa variabel
profitabilitas dan ukuran perusahaan mempunyai nilai standar deviasi lebih
kecil dari nilai rata – ratanya, kecuali variabel risiko bisnis, struktur aktiva
dan struktur modal. Artinya semakin kecil penyimpangan data dengan nilai rata –
ratanya.
Untuk angka
maksimum pada data variabel risiko bisnis, struktur aktiva, profitabilitas,
ukuran perusahaan dan struktur modal cukup variasi. Hal ini berarti cenderung
mengalami peningkatan dimana nilai minimum lebih rendah dibanding dengan nilai
maksimumnya.
Uji Normalitas
Pengujian
distribusi data tersebut setelah diuji distribusi datanya tergolong tidak
normal yang dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel
-2
Uji
Normalitas
Sumber : Data sekunder yang
diolah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,000. Karena signifikansinya (0,000) kurang dari 0,05 maka sebaran
data dinyatakan berdistribusi tidak normal. Salah satu cara untuk mengubah
distribusi data yang tidak normal menjadi distribusi data yang normal yaitu
dengan menghilangkan data outlier
(data pengganggu) pada masing-masing variabel penelitian, sehingga diperoleh
data sebanyak 194 setelah data outlier dihilangkan, yang dapat dilihat
dari uji kolmogorov smirnov setelah ditampilkan hasil unstandardized
residual. Hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel-3
Uji
Normalitas Residual
Sumber : Data sekunder yang
diolah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,127 lebih besar dari 0,05 sehingga disimpulkan bahwa sebaran
data berdistribusi normal.
Pengujian Asumsi Klasik
Uji
Multikolinieritas
Pengujian
multikolinieritas dilakukan dengan melihat perolehan nilai VIF (Variance
Inflance Faktor) dan nilai tolerance dari model regresi untuk
masing-masing variabel bebas. Apabila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance
lebih dari 0,1 maka disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut tidak
mempunyai masalah dengan multikolinieritas, artinya tidak mempunyai hubungan
dengan variabel bebas lain. Hasil analisis data dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel-4
Uji Multikolinieritas
Sumber : Data sekunder yang
diolah
Berdasarkan
tabel di atas, diketahui bahwa nilai VIF seluruh variabel bebas kurang dari 10
dan nilai tolerance lebih dari 0,1, sehingga disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas tidak mempunyai masalah dengan
multikolinieritas.
Uji
Autokorelasi
Uji
autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu model regresi linier
terdapat korelasi antara pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t -1 (Imam Ghozali, 2001).
Pengujian
autokorelasi dapat menggunakan pengujian run
test yang dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel -5
Uji Autokorelasi
(Run Test)
Sumber : Data sekunder yang
diolah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
nilai signifikan 1,000 yang lebih besar dari 5%, sehingga dapat disimpulkan
bahwa model regresi tidak terjadi gejala autokorelasi.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk
mengetahui apakah nilai variance
kesalahan pengganggu atau residual bersifat konstan. Untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas
dilakukan uji heterokedastisitas dengan menggunakan uji White dengan hasil sebagai
berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji White
Sumber: data sekunder yang diolah
Dengan menggunakan metode White Heteroskedasticity Test, dengan
membandingkan nilai R2*obs terhadap nilai tabel c2 sesuai dengan
nilai degree of freedom (df) yang besarnya berdasarkan jumlah variabel
regresoornya, tidak termasuk konstanta. Pada penelitian ini didapat nilai c2 adalah 37,149,
sedangkan jumlah regressor atau df = 194 pada a=0,05 besarnya c2 adalah 124,342. Berarti bahwa R2*obs
lebih kecil dari nilai tabel, maka estimator yang dihasilkan adalah valid
karena memenuhi asumsi homokedastisitas.
Pengujian Hipotesis
Pengujian
hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik regresi. Hasil pengolahan data
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel -7
Hasil Pengujian Model Regresi
Sumber :
data sekunder yang diolah
Pengaruh risiko bisnis terhadap struktur modal
Hasil pengujian variabel risiko bisnis diperoleh nilai t statistik
sebesar 1,083 dengan nilai signifikan sebesar 0,280 > 0,05. Karena nilai
signifikansi lebih besar dari nilai signifikansi yang ditentukan yaitu 0,05
berarti hipotesis l (satu) yang menyatakan risiko
bisnis berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang
tcrdaftar di BEI ditolak, artinya risiko bisnis tidak berpengaruh terhadap
struktur modalnya.
Risiko bisnis tidak berpengaruh terhadap struktur modal, dimana risiko
bisnis adalah ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan
kegiatan bisnisnya. Moh’d, Perry dan Rimbey, 1998 dalam Hamada menyatakan bahwa
risiko bisnis mencakup instrinsic business risk, financial leverage risk,
dan operating leverage risk. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengambilan
keputusan mengenai struktur modal yang akan digunakan atau diterapkan. Pada
hasil penelitian ini sejalan dengan Saidi (2004) dimana risiko bisnis tidak
diperhatikan oleh manajer dalam pengambilan keputusan mengenai struktur
modalnya, hal ini tampak dari pengaruh parsial dari risiko bisnis terhadap
struktur modal yang tidak signifikan.
Pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal
Hasil pengujian variabel struktur aktiva diperoleh nilai t statistik
sebesar 3,827 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Karena nilai
signifikansi lebih kecil dari nilai signifikansi yang ditentukan yaitu 0,05
berarti hipotesis 2 (dua) yang menyatakan struktur
aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang
tcrdaftar di BEI diterima, artinya setiap adanya peningkatan pada struktur
aktiva, maka akan diikuti dengan peningkatan struktur modalnya.
Hasil pengujian diketahui variabel struktur aktiva berpengaruh positif
terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang tcrdaftar di BEI diterima,
artinya setiap adanya peningkatan pada struktur aktiva, maka akan diikuti
dengan peningkatan struktur modalnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Riyanto (2000), Sartono (2001), serta Brigham dan Houston
(2001) bahwa perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit,
cenderung lebih banyak menggunakan utang.
Pengaruh
profitabilitas terhadap struktur
modal
Hasil pengujian variabel profitabilitas diperoleh nilai t statistik
sebesar -4,089 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Karena nilai
signifikan kurang dari 0,05 hal ini berarti hipotesis 3 (tiga) yang menyatakan
profitabilitas berpengaruh negatif
terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
diterima, artinya profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
Pada hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel profitabilitas
berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Brigham dan Houston (2001:40),
mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas
investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang
tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan
dana yang dihasilkan secara internal. Dalam penelitian ini menerima hipotesis,
hal ini menunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan mengenai struktur modal
yang akan digunakan para manajer di perusahaan manufaktur di BEI mempertimbangkan profitabilitas. Dengan
demikian hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Sartono (2001) bahwa dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan lebih
senang menggunakan laba ditahan sebelum menggunakan utang.
Pengaruh
ukuran perusahaan terhadap struktur
modal
Hasil pengujian variabel ukuran perusahaan diperoleh nilai t statistik
sebesar 8,009 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Karena nilai
signifikansi pengujian lebih kecil dari nilai signifikansi yang ditentukan yaitu
0,05 berarti hipotesis 4 (empat) yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh
positif dan terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI diterima, artinya setiap
adanya peningkatan pada ukuran perusahaan, maka akan diikuti dengan peningkatan
struktur modalnya.
Pada hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan terhadap struktur modal, artinya setiap meningkatnya
ukuran perusahaan, maka akan diikuti dengan peningkatan struktur modalnya. Penelitian
ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Sartono (2001), Brigham dan Houston
(2001) bahwa perusahaan besar cenderung menerbitkan utang lebih besar dibanding
perusahaan kecil. Akan tetapi hasil penelitian ini menolak hasil penelitian
yang dilakukan oleh Mutamimah (2003).
Koefisien Determinasi
Koefesien determinasi adalah koefesien yang digunakan untuk menjelaskan
seberapa besar variasi perubahan variabel dependen dapat dijelaskan oleh
variabel independen. Berdasarkan uji determinasi didapatkan hasil sebagai
berikut:
Tabel-8
Hasil Uji Determinasi
Sumber
: data sekunder yang diolah
Dari hasil diatas diketahui bahwa nilai Adjusted
R2 adalah sebesar 0,328 yang menunjukkan bahwa 32,8% variasi
perubahan struktur modal dapat dijelaskan oleh perubahan risiko bisnis, struktur
aktiva, profitabilitas dan ukuran perusahaan. Sedangkan sisanya 67,2% dijelaskan oleh variabel lain diluar model
penelitian ini.
Penutup
Simpulan
Penelitian ini menganalisis
apakah terdapat pengaruh risiko bisnis, struktur aktiva, profitabilitas dan
ukuran perusahaan terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode pengamatan 2004-2006. Berdasarkan
hasil analisis, penelitian ini menyimpulkan bahwa:
Hasil pengujian variabel independen risiko bisnis tidak berpengaruh
terhadap struktur modalnya, sedangkan variabel independen yang lain yaitu
struktur aktiva, profitabilitas, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara
signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
Keterbatasan
Penelitian
1.
Penelitian ini hanya dilakukan dengan periode selama 3
tahun, sehingga hasil penelitian ini belum tentu reliabel untuk digunakan
sebagai bahan justifikasi untuk jangka panjang
2.
Penelitian ini
hanya menggunakan risiko bisnis, struktur aktiva, profitabilitas dan ukuran perusahaan dalam
mempengaruhi struktur modal perusahaan.
3.
Sampel penelitian yang khusus dilakukan pada sektor
manufaktur, sehingga hasil ini sebaiknya dapat digunakan untuk menginterpretasikan
hubungan antara risiko bisnis, struktur aktiva, profitabilitas dan ukuran
perusahaan terhadap struktur modal perusahaan yang bergerak pada sektor lain.
4.
Variabel yang digunakan hanya meliputi faktor
fundamental dan tidak memperhitungkan faktor teknikal dan makro, sebaiknya
dapat menggunakan faktor teknikal dan makro dalam mempengaruhi struktur modal
perusahaan.
Saran
1.
Penelitian ini hanya terbatas pada kajian empiris
tentang faktor – faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan manufaktur go
public di BEI tetapi tidak sampai
kepada pemecahan masalah tentang bagaimana dampak struktur modal itu sendiri
terhadap kinerja perusahaan. Oleh karena itu, peneliti lain yang berminat
terhadap permasalahan struktur modal perusahaan manufaktur dapat mengembangkan
penelitian ini dalam rangka mengetahui dampak dari struktur modal yang
digunakan perusahaan terhadap kinerja perusahaan.
2.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data tahun
2004 – 2006, sehingga untuk tahun – tahun yang lain atau tahun – tahun
mendatang, hasil penelitian ini masih perlu diuji kembali.
Daftar Pustaka
Agrawal, and G Madelker, 1987,”Managerial Incentive and Corporate Investment
and Financing Decision”, Journal of Finance, 42, 823 – 837.
Ariyanto, Taufik, Pengaruh
Struktur Pemegang Saham Terhadap Struktur Modal Perusahaan, Jurnal
Manajemen Indonesia, Vol. 1, 2002 : 64-71.
Badhuri, Saumitra N, 2002. “Determinants of Corporate
Borrowing: Some Evidence from the Indian Corporate Structure”, Journal
of Economics and Finance, Summer, 26, 2,p.200.
Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston, 2001. Manajemen Keuangan, Edisi 8, Erlangga, Jakarta.
Chang. RP, dan SG Rhee, 1990, “Tax and Dividends: The Impact of
Personal Taxes on Corporate Dividend Policy and Capital Structure Decisions”,
Financial Management, Summer, 21-31.
Claire, E Cruthley and Robert
S Hansen, 1989, “A Test of The Agency
Theory of Managerial Ownership Corporate Leverage, and Corporate Dividend
Policy and Capital Structure Decisions”, Financial Management,
Winter.
Eugene F, Brigham, Joel F. Houston, 2001,
”Manajemen Keuangan”, Erlangga, Jakarta.
Friend, I. And
L.H.P. Lang, 1988, ”An
Empirical Test Of The Impact Of Managerial Self-Interest On Corporate Capital
Structure”, The Journal of
Finance 43, 271 – 282.
Ghosh, Arvin, Francis Cai and Wenhui Li, 2000. “The
Determinants of Capital Structure”, American Business Review,
18,2,p.129
Ghozali, Imam, 2005, “Analisis Multivariat dengan Program
SPSS”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gujarati, Damodaran, 1995, “Basic Econometrics”, 3 rd
International edition, Mc Graw Hill International.
Kuncoro, Mudrajad, 2003, ”Metode
Riset Untuk Bisnis & Ekonomi”, Erlangga, Jakarta.
Munawir,S.2001, Analisa laporan Keuangan,
liberty, Yogyakarta.
Prayogo, J, Analisa Struktur Modal Industri Manufaktur
di BEJ Beserta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Thesis MM,
Universitas Gajah Mada,2002.
Rizal, Muhammad, Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Di BEJ tahun 1997-2002,
Thesis MM, Universitas Gajah Mada, 2002.
Saidi, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur
Modal pada Perusahaan Manufaktur Go Public Di BEJ Tahun 1997-2002,
Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol 11, No.1, Maret, hal 44-58.
Santoso, Singgih, 2004,” Mengolah Data Statistik Secara
Profesional”, PT Elex media Komputindo, Jakarta.
Sartono, Agus R, Manajemen Keuangan, Edisi
Ketiga, BPFE, Yogyakarta,1996.