Senin, 20 Mei 2013

kumpulan makalah manajemen



FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG GO PUBLIC DI BEI





Pendahuluan

Dewasa ini dunia usaha sangat tergantung sekali dengan masalah pendanaan, beberapa pakar sepakat bahwa untuk keluar dari krisis ekonomi ini sektor riil harus digerakkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Namun demikian banyak hambatan yang dialami oleh dunia usaha, salah satunya yang sangat krusial adalah masalah pendanaan ini. Dunia usaha mengalami kemunduran yang diakibatkan oleh kemacetan kredit - kredit yang diberikan ke dunia usaha tanpa memperhitungkan batas maksimum pemberian kredit dimasa lalu oleh perbankan dan masalah kelayakan kredit yang disetujui. Oleh karenanya baik itu pihak manajemen maupun pihak kreditor

sudah seharusnya mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah pendanaan ini. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi evaluasi manajemen.
Struktur modal perusahaan merupakan salah satu faktor fundamental dalam operasi perusahaan. Struktur modal suatu perusahaan ditentukan oleh kebijakan pembelanjaan (financing policy) dari manajer keuangan yang senantiasa dihadapkan pada pertimbangan baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang mencakup tiga unsur penting, yaitu (Harnanto, 1995:306 dalam Rizal, 2002)
1.         Keharusan untuk membayar balas jasa atas penggunaan modal kepada pihak yang menyediakan dana tersebut, atau sifat keharusan untuk pembayaran biaya modal.
2.         Sampai seberapa jauh kewenangan dan campur tangan pihak penyedia dana itu dalam mengelola perusahaan.
3.         Resiko yang dihadapi perusahaan.
Fungsi keuangan merupakan salah satu fungsi penting bagi perusahaan dalam kegiatan perusahaan. Dalam mengelola fungsi keuangan salah satu unsur yang perlu diperhatikan adalah seberapa besar perusahaan mampu memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya. Pemenuhan dana ini bisa bersumber dari dana sendiri, modal saham maupun dengan hutang, baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang.
Keputusan pendanaan keuangan perusahaan akan sangat menentukan kemampuan perusahaan dalam melakukan aktivitas operasinya dan juga akan berpengaruh terhadap resiko perusahaan itu sendiri. Jika perusahaan meningkatkan leverage maka perusahaan ini dengan sendirinya akan meningkatkan resiko keuangan perusahaan. Dan sebaliknya perusahaan harus memperhatikan masalah pajak, karena sebagian ahli berpendapat bahwa penggunaan modal yang berlebihan akan menurunkan tingkat profitabilitas. Untuk itu sebagian manajer tidak sepenuhnya mendanai perusahaannya dengan modal tetapi juga disertai penggunaan dana melalui hutang baik itu hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang karena terkait dengan sifat penggunaan dari hutang tersebut yaitu bersifat mengurangi pajak.
Berdasarkan Balance Theory yang dikemukakan oleh (Myers, 1984 ; Bringham, 1999) perusahaan mendasarkan diri pada keputusan suatu struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal dibentuk dengan menyeimbangkan keuntungan dari penghematan pajak atas penggunaaan hutang terhadap biaya kebangkrutan. Thies & Klock (1991) menyatakan bahwa variabilitas tingkat pendapatan berpengaruh negatif terhadap penggunaan hutang. Akan tetapi Timman & Wessels (1980) mengatakan sebaliknya bahwa struktur modal dipengaruhi non debt tax shield, variabilitas pendapatan dan pertumbuhan perusahaan.
Pecking Order Theory mengatakan bahwa perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan yang berasal dari internal dari pada eksternal perusahaan. Penggunaan dana internal lebih didahulukan dibandingkan dengan penggunaan dana yang bersumber dari eksternal. Urut-urutan yang dikemukakan oleh teori ini dalam hal pendanaan adalah pertama laba ditahan diikuti dengan penggunaan hutang dan yang terakhir adalah penerbitan ekuitas baru (Myers, 1984). Pemilihan urutan pendataan ini menunjukkan bahwa pendanaan ini didasarkan dari tingkat cost of fund dari sumber-sumber tersebut yang juga berkaitan dengan tingkat resiko suatu investasi.
Banyak penelitian-penelitian lain yang berkenaan dengan struktur modal seperti yang dilakukan Timman & Wessels (1998), Norton (1991), Thies & Klock (1991), Rajan & Zingales (1995), Wald (1999), Ghos, Cai & Li (2000), Ozkan (2001) dan lain-lain dalam Journal of Economics and Finance, Summer, 26, 2, p.200. Dari penelitian tersebut diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal. Kecuali penelitian Agus Sartono dkk (1999), yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku struktur modal di perusahaan manufaktur di Indonesia. Dan penelitian lanjutan yang meneliti tentang struktur modal di Indonesia masih sangat sedikit.
Menurut Ferri & John (1979 dalam Rizal, 2002) struktur keuangan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain klasifikasi industri, ukuran perusahaan, risiko bisnis (business risk), & operating leverage. Sedangkan Rajan & Zinggales (1995 dalam Rizal, 2002 ) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang berhubungan dengan leverage perusahaan yaitu tangible asset, the market  to book ratio (investment opportunity), ukuran perusahaan (firm size) & profitabilitas perusahaan. Sedangkan Wald (1999 dalam Rizal, 2002 ) mengatakan  bahwa struktur modal berhubungan dengan tingkat long term debt / asset ratio, resiko perusahaan, profitabilitas, firm size & growth. Penelitian yang dilakukan Ghosh, Cai & Li (2000 dalam Rizal, 2002 ) bahwa asset size, beban research & development, beban periklanan, beban penjualan & koefisien variasi dari cash flow digunakan dalam memprediksi faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal.
Sedangkan Ozkan (2001 dalam Rizal, 2002) menemukan bahwa profitability, liquidity dan growth mempunyai pengaruh yang negatif terhadap struktur modal. Dari beberapa penelitian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal yang berkenaan dengan masalah pendanaan. Dimana faktor-faktor tersebut antara lain klasifikasi industri, tangible asset, liquidity ratio, the market to book ratio (invesment opportunity), resiko perusahaan, profitabilitas, ukuran perusahaan (firm size) & pertumbuhan (growth).
Dari beberapa faktor tersebut penulis mencoba untuk menyederhanakan dan memilih faktor-faktor yang dianggap sangat dominan dalam mempengaruhi perilaku struktur modal. Faktor-faktor yang akan diangkat dalam penelitian ini dalam rangka meneliti pengaruh struktur modal terhadap faktor-faktor tersebut antara lain risiko bisnis (bussines risk), struktur aktiva (tangibility of assets), profitabilitas (profitability) dan ukuran perusahaan (firm size).
Alasan diadakannya penelitian ini adalah untuk menguji kembali variabel-variabel yang telah dikemukakan oleh Ferri & John (1979), Wald (1999), Rajan & Zinggales (1995), Ghosh, Cai, dan Li (2000), dan Ozkan (2001) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, apakah hasil penelitian tersebut konsisten terhadap penelitian yang dilakukan di Indonesia khususnya perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia., serta melanjutkan kembali penelitian yang telah dilakukan Rizal (2002) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal dengan memperluas variabel penelitian dengan periode selama periode 2000-2003 dengan sampel penelitian industri manufaktur.
Penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana pengaruh risiko bisnis (bussines risk), struktur aktiva (tangibility of assets), profitabilitas (profitability) dan ukuran perusahaan (firm size) terhadap struktur modal pada industri manufaktur yang telah listing di BEI selama periode 2004-2006.

Tinjauan Pustaka

Teori Struktur Modal
Struktur Modal
Salah satu isu paling penting yang dihadapi oleh para manajer keuangan adalah hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan. Menurut Riyanto (2001 : 296) Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing (jangka panjang) dengan modal sendiri. Sedangkan menurut Sartono (2001:125), yang dimaksud dengan struktur modal merupakan perimbangan jumlah utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa. Struktur keuangan adalah perimbangan antara utang dengan modal sendiri. Dengan kata lain struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan.
Beberapa teori struktur modal telah dikembangkan khususnya untuk menganalisis penggunaan utang terhadap nilai perusahaan dan biaya modal. Dalam hal ini Sartono (2001 : 225) telah mengemukakan tiga teori struktur modal yaitu: pendekatan laba bersih, atau net income (NI) approach, pendekatan laba operasi bersih, atau net operating income (NOI) approach dan pendekatan tradisional.
Pendekatan laba bersih mengasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi atau menilai perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah utangnya dengan tingkat biaya utang yang konstan pula. Karena tingkat kapitalisasi dan tngkat biaya utang konstan maka semakin besar jumlah utang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata tertimbang akan semakin kecil. Jika biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan utang semakin besar, maka nilai perusahaan akan meningkat. Nilai perusahaan meningkat jika perusahaan  menggunakan utang semakin besar.
Pendekatan laba operasi bersih mengasumsikan bahwa investor memiliki reaksi yang berbeda terhadap penggunaan utang oleh perusahaan. Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapapun tingkat utang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama diasumsikan bahwa biaya utang konstan seperti halnya dalam pendekatan laba bersih.Kedua, penggunaan utang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Oleh karena itu tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat meningkatnya risiko perusahaan. Konsekuensinya biaya modal rata-rata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting.
Pendekatan tradisional yang banyak dianut oleh para praktisi dan akademis mengasumsikan, bahwa hingga satu leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan, sehingga baik tingkat biaya utang maupun tingkat kapitalisasirelatif konstan. Tetapi setelah leverage atau  rasio utang tertentu, biaya utang dan biaya modal meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar dari pada penurunan biaya karena penggunaan utang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat. Maka nilai perusahaan mula-mula meningkat dan akan menurun sebagai akibat penggunaan utang yang semakin besar.Menurut pendekatan tradisional, terdapat struktur modal yang optimal untuk setiap perusahaan. Struktur modal yang optimal tersebut terjadi pada saat nilai  maksimum atau struktur modal yang mengakibatkan biaya modal rata-rata tertimbang minimum.

Teori Trade off Model
Megginson (1997) model Trade off theory menggambarkan bahwa struktur model yang optimal dapat ditentukan dengan menyeimbangkan keuntungan atas penggunaan utang dengan cost financial dan agency problem (Yuniningsih, 2002). Trade off theory menyatakan bahwa struktur modal optimal tercapai pada saat terjadi keseimbangan antara manfaat penggunaan utang dengan biaya menggunakan utang (Mutamimah, 2003). Mirza (1996) the trade–off model memang tidak dapat dipergunakan untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan tetapi melalui model ini memungkinkan dibuat 3 model kesimpulan tentang penggunaan leverage (Aji, 2003) yaitu :
1.   Perusahaan dengan risiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan hutang yang lebih besar.
2.   Perusahaan yang memiliki tangible assets dan marketable assets seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih besar dari pada perusahaan yang memiliki nilai terutama dari itangible assets. Hal ini disebabkan itangible assets lebih mudah untuk kehilangan nilai apabila terjadi financial distress, dibandingkan standar asset dan tangible asset.
3.   Perusahaan di Negara yang tingkat pajaknya tinggi seharusnya memuat hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya dari pada perusahaan yang dibayarkan diakui pemerintah sebagai biaya sehingga mengurangi pajak penghasilan.

Teori Modigliani dan Miller (M&M)
Modigliani – Miller (1958) dalam artikelnya yang berjudul “the cost corporation Finance and the theory of investment” mengemukakan bahwa nilai suatu perusahaan akan meningkat dengan meningkatnya DER karena adanya efek dari corporate tax rate shield. Hal ini disebabkan karena dalam keadaan pasar sempurna dan adanya pajak, pada umumnya bunga dibayarkan akibat penggunaan hutang dapat digunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikarenakan pajak atau dengan kata lain bersifat tax deductible. Dengan demikian, apabila 2 perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama tetapi yang satu menggunakan hutang dan membayar bunga sedangkan perusahaan yang lain tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang. Namun pendapat M&M yang menunjukkan bahwa perusahaan dapat meningkatkan nilainya bila menggunakan hutang sebesar-besarnya (dalam keadaan kena pajak) ini mengandung kritik dan keberatan dari para prektisi. Keberatan tersebut disebabkan oleh asumsi yang digunakan M&M dalam analisis mereka, yaitu pasar modal yang sempurna. Adanya ketidak sempurnaan pasar modal menyebabkan pemilik perusahaan atau pemegang saham mungkin keberatan untuk menggunakan leverage yang ekstrim karena akan menurunkan nilai perusahaan. Apabila pasar modal tidak sempurna, kemungkinan antara lain munculnya biaya kebangkrutan, biaya keagenan atau adanya informasi asimetris (Husanan, 1998).

Pecking Order Theory
Secara singkat teori ini menyatakan bahwa : (a) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (b) Apabila pendanaan dari luar (eksternal financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan. Menurut Myers (1996) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yaitu dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada packing order theory adalah : internal fund (dana internal), debt (hutang), dan equity (modal sendiri) (Kaaro, 2003;53 dalam Saidi, 2001).
Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru. Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri karena dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi.
Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru (Suad Husnan, 1996;325), hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan haraga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.

Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal

Risiko Bisnis
Elton dan Gruber (1995), menyatakan bahwa pengukuran beta suatu saham bisa dilakukan dengan menggunakan Single Index Model. Model ini berasumsi bahwa return saham berkorelasi dengan perubahan return pasar, dan untuk mengukur korelasi tersebut bisa dilakukan dengan return indeks pasar.
Suatu sekuritas yang mempunyai beta lebih  besar dari satu (slope >1), berarti bahwa sekuritas tersebut mempunyai risiko sistematis yang lebih besar daripada portofolio pasar sebagai keseluruhan. Sekuritas semacam ini disebut investasi yang agresif, sebaliknya suatu sekuritas yang mempunyai beta lebih kecil dari satu (slope <1), berarti bahwa sekuritas tersebut mempunyai risiko sistematis yang lebih kecil daripada portofolio pasar sebagai keseluruhan. Sekuritas semacam ini disebut investasi yang defensif (Horne and Wochowicz, 1995).
Variabilitas pendapatan suatu perusahaan akan mempunyai pengaruh terhadap tingkat penggunaan modal asing, karena dapat digunakan sebagai jaminan dalam memenuhi beban tetap yang harus ditanggung oleh perusahaan yang berupa hutang pokok dan bunga. Ada dua buah resiko yang dihadapi oleh perusanaan yaitu risiko sistematis (systematic risk) dan resiko tidak sistematis (unsystematic risk). Unsystematic risk merupakan risiko yang dapat didiversifikasi, sebaliknya systematic risk merupa­kan risiko yang tidak dapat di­diversifikasi. Systematic risk disebut juga risiko pasar. Jones (1996) mengatakan bahwa resiko sistematis diukur dengan beta. Menurut Hartono (2000) beta merupakan suatu pengukur volatilitas return suatu sekuritas terhadap return pasar. Voltialitas merupakan fluktuasi dari return-return suatu sekuritas atau portofolio. Jika fluktuasi return-return sekuritas atau partofolio secara sistematik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar, maka beta dan sekuritas tersebut dikatakan bernilai 1. Hal ini menunjukkan bahwa resiko sistematik suatu sekuritas atau portofolio sama dengan resiko pasar.
Moh'd, Perry dan Rimbey (1995) mengatakan perusahaan yang mempunyai resiko tinggi akan kesulitan mencari dana eksternal. Hal ini konsisten dengan penemuan Chung (1993; bahwa semakin tinggi resiko yang dihadapi perusahaan maka perusahaan tersebut cenderung untuk mempunyai hutang yang sedikit.

Struktur Aktiva
Variabel ini berhubungan dengan jumlah kekayaan (asset) yang dapat dijadikan jaminan. Perusahaan yang lebih fleksibel cenderung menggunakan hutang lebih besar dari pada perusahaan yang struktur aktivanya tidak fleksibel (Wahidahwati, 2000). Investor akan selalu memberikan pinjaman bila ada jaminan. Myers dan Majluf (1984) mengatakan bahwa komposisi aset perusahaan mempengaruhi sumber pembiayaan. Brigham dan Gapensky (1996) mengatakan bahwa secara umum perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan yang tidak memiliki jaminan terhadap hutang. Hasil dari Moh'd et. al (1998), Ghosh et. al. (2000) dan Chung (1993) mengatakan bahwa rasio aktiva tetap mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap tingkat hutang perusahaan.

Profitabilitas
Brigham dan Houston (2001:40), mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengambilan yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan khususnya penelitian empiris yang telah dilakukan oleh Krishnan (1996), Badhuri (2002), Moh’d (1998), dan Majumdar (1999) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Profitabilitas periode sebelumnya merupakan faktor penting dalam menentukan kebutuhan pendanaan (Sartono, 2001: 248). Dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan lebih senang menggunakan laba ditahan sebelum menggunakan utang.
Sesuai dengan teori pecking order, yang menyarankan bahwa manajer lebih senang menggunakan pembiayaan dari pertama, laba ditahan, kemudian utang, dan terakhir penjualan saham baru. Meskipun secara teoritis sumber modal yang biayanya paling murah adalah utang, kemudian saham preferen dan yang paling mahal adalah saham biasa serta laba ditahan. Sebagai perimbangan lain adalah bahwa direct cost untuk pembiayaan eksternal lebih tinggi dibanding dengan pembiayaan internal. Selanjutnya penjualan saham baru justru merupakan sinyal negatif karena pasar menginterprestasikan perusahaan dalam keadaan kesulitan likuiditas. Penjualan saham baru tidak jarang mengakibatkan terjadinya delusi dan pemegang saham akan mempertanyakan kemana laba yang diperoleh selama ini.
Sedangkan Modigliani dan Miller telah membuat penjelasan tentang pajak bunga, perusahaan dengan tingkat keuntungan atau laba yang tinggi akan menggunakan hutang yang besar untuk mendapatkan keuntungan dari pajak. Lebih jauh lagi dengan adanya ketidak jelasan informasi, perusahaan dengan tingkat keuntungan atau laba yang tinggi akan meningkatkan struktur modalnya (Jensen, 1986). Jika hal tersebut benar, maka akan ada hubungan antara profitabilitas dengan kebutuhan pendanaan. Hal ini kontras dengan teori pecking order.

Ukuran Perusahaan
Dalam penelitian ini ukuran perusahan diproxi dengan logaritma natural dari total aktiva. Menurut Riyanto (1995;298), kebanyakan perusahaan industri sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedang hutang sifatnya sebagai pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan struktur finansial konservatif horisontal yang menyatakan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutup jumlah aktiva tetap plus aktiva lain yang sifatnya permanen. Dan perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi dapat dikatakan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh terhadap struktur modal.
Moh’d Larry dan James (1998) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa struktur aktiva mempengaruhi keputusan modal yang dilakukan oleh manajer. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhaduri (2002) yang menunjukkan adanya pengaruh dari struktur aktiva terhadap keputusan modal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Krishan (1996) pada perusahaan-perusahaan besar di negara industri juga menunjukkan adanya pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal.
Perusahaan yang sudah well-established akan lebih mudah memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil. Karena kemudahan akses tersebut berarti perusahaan besar memiliki fleksibilitas yang lebih besar pula (Sartono, 2001: 249).
Menurut Brigham dan Houston (2001: 40), perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Biaya pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat utang yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan utang. Namun pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang cenderung mengurangi keinginan untuk menggunakan utang.
Ukuran perusahaan bisa dijadikan acuan untuk menilai kemungkinan kegagalan perusahaan seperti:
a)      Biaya kebangkrutan adalah fungsi yang membatasi nilai perusahaan;
b)      Perusahaan-perusahaan besar biasanya lebih suka melakukan diversifikasi dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan kecil, dan memiliki kemungkinan untuk bangkrut lebih kecil.
Maka pernyataan ini bisa dijadikan sebagai petunjuk bahwa semakin besar ukuran perusahaan (size), akan memberikan kemungkinan bagi perusahaan untuk memiliki hutang yang semakin besar / tinggi pula (Santi, 2003, mengutip pendapat Titman dan Wessels, 1988). Oleh sebab itu, bisa diramalkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif dengan struktur modal. Menurut pendapat Rajan dan Zingales, 1995; Ferri dan Jones, 1979; dan Wiwattanakantang, 1999 yang dikutip oleh Mutamimah (2003) bahwa perusahaan besar cenderung menerbitkan utang lebih besar dibanding perusahaan kecil, hal ini berarti ada hubungan antara ukuran perusahaan dengan struktur modal. Berbeda dengan hasil penelitiannya bahwa dari hasil regresi sebagai proksi dan trade off theory menunjukkan kalau ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Dari hasil Penelitian yang dilakukan oleh Saidi (2004), telah memberikan kesimpulan, bahwa variabel ukuran perusahaan (size) berpengaruh paling dominan terhadap struktur modal.

Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh :
1.            Ghozali dan Hendrajaya (2000) menganalisa hubungan antara leverage faktor dan penggunaan hutang bank guna menganalisis pengaruh monitoring dan pengawasan bank pada struktur modal optimal dengan mengetahui perbedaan perusahaan dengan hutang bank dan tanpa hutang bank dalam karakteristik perusahaan serta pengaruhnya terhadap leverage faktor. Model yang digunakan adalah alat regresi berganda baik secara parsial / simultan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan leverage faktor antara perusahaan dengan hutang bank dan tanpa hutang bank. Variabel independen margin laba dan profiitabilitas secara signifikan berpengaruh terhadap leverage faktor baik pada perusahaan dengan hutang dan tanpa hutang bank, sedangkan variabel independen volatilitas dan penjualan hanya berpengaruh terhadap perusahaan tanpa hutang bank.
2.            McCue dan Ozcan (1992)
Penelitian yang dilakukan oleh ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari faktor-faktor penentu struktur modal rumah sakit di California. Penelitian dilakukan terhadap 475 rumah sakit selama tahun 1982 hingga tahun 1987. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: asset structure, growth, profitability, risk, size, tax shield, ownership affiliation, payment system, dan market condition. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, asset structure, growth, risk, size, ownership affiliation, dan market condition berpengaruh signifikan terhadap keputusan struktur modal.
3.      Balakrishnan, Srinivasan dan Isac Fox (1993)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari karakteristik perusahaan terhadap struktur modal. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan manufaktur di Amerika Serikat tahun 1978 sampai dengan tahun 1987. Variabel-variabel yang digunakan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini meliputi: earnings volatility, depreciation, R&D intensity, dan growth opportunities. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik perusahaan atau faktor-faktor yang menjadi penentu struktur modal adalah: risiko yang diukur dengan earnings volatility, depreciation dan advertising.
4.      Saidi (2004)
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan (size), risiko bisnis (business risk), pertumbuhan aktiva (growth of assets), profitabilitas (profitability), struktur kepemilikan (ownership structure) terhadap struktur modal baik secara simultan maupun parsial. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan  manufaktur go public di Bursa Efek Jakarta tahun 1997 – 2002. hasil  penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan ukuran perusahaan, Risiko bisnis, Pertumbuhan aktiva, profitabilitas, dan struktur kepemilikan perusahaan  secara bersama – sama berpengaruh terhadap struktur modal. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan mengenai struktur modal yang akan digunakan atau diterapkan. Risiko bisnis tidak diperhatikan oleh manajer dalam pengambilan keputusan mengenai struktur modalnya, hal ini tampak dari pengaruh parsial dari risiko bisnis terhadap struktur modal yang tidak signifikan.

Kerangka Pemikiran
Salah satu tugas manajer keuangan adalah  memenuhi kebutuhan dana. Di dalam melakukan tugas tersebut manajer keuangan dihadapkan adanya suatu variasi dalam pembelanjaan, dalam arti kadang – kadang perusahaan  lebih  baik menggunakan dana yang bersumber dari hutang (debt) kadang – kadang perusahaan  lebih  baik kalau menggunakan dana yang bersumber dari modal sendiri (equity). Oleh karena itu manajer keuangan di dalam operasinya perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya hutang jumlah modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan, perlu diperhitungkan berbagai faktor – faktor yang mempengaruhi struktur modal, yaitu  ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan aktiva, profitabilitas, dan struktur kepemilikan.
Adapun dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam model sebagai berikut  :
Gambar 1
Model Penelitian



Pengembangan Hipotesis


Pengaruh Risiko Bisnis Terhadap Struktur Modal
Dalam perusahaan resiko bisnis akan meningkat jika menggunakan hutang yang tinggi. Hal ini juga akan meningkatkan kemungkinan kabangkrutan. Hasil penelitian membuktikan bahwa perusahaan dengan resiko yang tinggi seharusnya menggunakan hutang yang lebih sedikit untuk menghindari kemungkinan kebangrutan (Titman & Wessels, 1998). Atas dasar hal ini, maka dibuat hipotesis sebagai berikut :
H1   :     Resiko Bisnis (business risk) berpengaruh negatif secara signifikan terhadap struktur modal perusahaan.

Pengaruh Struktur Aktiva Terhadap Struktur Modal
Menurut Riyanto (1995;298), kebanyakan perusahaan industri dimana sebagian besar daripada modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal yang permanen yaitu modal sendiri, sedang hutang sifatnya sebagai pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan struktur finansial konservatif horizontal yang menyatakan bahwa besarnya modal modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutup jumlah aktiva tetap ditambah aktiva lain yang sifatnya permanen. Dan perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi dapat dikatakan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Atas dasar hal ini, maka dibuat hipotesis sebagai berikut :
H2   :     Struktur Aktiva (tangibility of assets) berpengaruh positif secara signifikan terhadap struktur modal perusahaan.



Pengaruh Profitabilitas Terhadap Struktur Modal
Brigham dan Weston (2001;40), mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan khususnya penelitian empiris dilakukan oleh Krishnan (1996), Badhuri (2002), Moh’d (1998),dan Majumdar (1999) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Atas dasar hal tersebut, maka dibuat hipotesis sebagai berikut :
H3   :     Profitabilitas berpengaruh negatif secara signifikan terhadap struktur modal perusahaan

Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal
Perusahaan kecil akan cenderung untuk biaya modal sendiri dan biaya hutang jangka panjang lebih mahal dari pada perusahaan besar. Maka perusahaan kecil akan cenderung menyukai hutang jangka pendek dari pada hutang jangka panjang karena biayanya lebih rendah. Demikian juga dengan perusahaan besar akan cenderung memiliki sumber pendanaan yang kuat. Dengan demikian ukuran perusahaan akan memiliki pengaruh terhadap struktur modal. Atas dasar hal tersebut, maka dibuat hipotesis sebagai beriku :
H4 :      Ukuran Perusahaan (firm size) berpengaruh positif secara signifikan terhadap struktur modal perusahaan.

Metode Penelitian

Sampel dan data
Sampel penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2004-2006. Pengambilan sampel dilaksanakan melalui purposive sampling dengan kriteria : perusahaan yang melaporkan laporan keuangan per 31 Desember, perusahaan yang memperoleh laba positif selama periode pengamatan. Data perusahaan yang dijadikan sampel yaitu sebanyak 71 perusahaan dengan metode pooled, sehingga data diperoleh sebanyak 213 observasi data.

Definisi Operasionalisasi Variabel
Struktur Modal 
Struktur Modal, ditentukan dengan membandingkan total hutang jangka panjang atas modal sendiri perusahaan (Riyanto, 2001) dengan persamaan sebagai berikut:
Risiko Bisnis
Risiko bisnis diukur dengan diproxy dengan beta (b) perusahaan. Dimana beta merupakan variabel tanpa satuan atau ukuran.
Beta merupakan koefisien statistik yang menunjukkan ukuran resiko relative suatu saham terhadap portofolio pasar (Jones, 1998). Untuk menghitung resiko sistematik setiap saham yang termasuk dalam penelitian, dilakukan dengan menggunakan Model Indeks Tunggal sebagai berikut ini (Elton dan Gruber, 1995)
Rit = αi + βi Rmt + εit
Dimana :
Rit    =          return saham perusahaan ke-i pada tahun ke-t
αi      =          intersep dari regresi untuk masing – masing perusahaan ke i
βi      =          beta untuk masing – masing perusahaan ke – i
Rmt  =          return indeks pasar pada tahun ke-i
εit     =          kesalahan residu untuk persamaan regresi tiap – tiap perusahaan ke-i pada tahun ke-t
Return Saham
Dimana :
Rt      =    Return saham pada tahun ke-t
Pt       =    harga saham  pada tahun ke-t
Pt-1   =    harga saham  pada tahun ke t-1

Return Pasar
Dimana :
Rmt         =    return  pasar pada tahun ke-t
IHSGt      =    indeks harga saham gabungan pada tahun ke-t
IHSGt-1  =    indeks harga saham gabungan pada tahun ke t-1

Struktur Aktiva
Struktur Aktiva merupakan rasio antara aktiva tetap dengan aktiva yang dimiliki perusahaan (Husnan, 2002), dengan persamaan sebagai berikut:

Profitabilitas
Profitabilitas (profitability) adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari kegitan bisnis yang dilakukannya (Ghost, et.al., 2000). Dalam penelitian ini pengukuran terhadap profitabilitas diukur dengan membandingkan laba setelah pajak dengan total asset.

Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian (Krishnan dan Moyer, 1996) yang dihitung dengan diproxy dengan nilai logaritma dari total asset. (Ln Total Asset)


Metode Analisis Data
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan model regresi linear berganda, di mana dalam analisis regresi tersebut akan diuji pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Namun sebelumnya akan diuji terlebih dahulu syarat penggunaan regresi linier yang meliputi: Uji Normalitas dan Uji Asumsi Klasik yang meliputi uji multikolenieritas, uji heterokedastisitas, dan uji auto korelasi.

Analisis Hasil Penelitian

Statistik Deskriptif
Berdasarkan pemilihan data yang dilakukan didapatkan jumlah sampel sebanyak 194 sampel dengan data yang sudah terdistribusi normal selama periode penelitian. Setelah dilakukan analisis diketahui uji deskriptif variabel dengan hasil sebagai berikut:

 


Tabel-1

Deskriptif Variabel Penelitian
    sumber: data sekunder yang diolah


Dari hasil otput diatas dapat dilihat bahwa sampel sebanyak 194 data observasi dengan menggunakan data pool. Untuk analisis statistik deskritif seperti pada hasil output diatas menunjukkan bahwa variabel profitabilitas dan ukuran perusahaan mempunyai nilai standar deviasi lebih kecil dari nilai rata – ratanya, kecuali variabel risiko bisnis, struktur aktiva dan struktur modal. Artinya semakin kecil penyimpangan data dengan nilai rata – ratanya.
Untuk angka maksimum pada data variabel risiko bisnis, struktur aktiva, profitabilitas, ukuran perusahaan dan struktur modal cukup variasi. Hal ini berarti cenderung mengalami peningkatan dimana nilai minimum lebih rendah dibanding dengan nilai maksimumnya.

Uji Normalitas
Pengujian distribusi data tersebut setelah diuji distribusi datanya tergolong tidak normal yang dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel -2
Uji Normalitas
Sumber : Data sekunder yang diolah

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000. Karena signifikansinya (0,000) kurang dari 0,05 maka sebaran data dinyatakan berdistribusi tidak normal. Salah satu cara untuk mengubah distribusi data yang tidak normal menjadi distribusi data yang normal yaitu dengan menghilangkan data outlier (data pengganggu) pada masing-masing variabel penelitian, sehingga diperoleh data sebanyak 194 setelah data outlier dihilangkan, yang dapat dilihat dari uji kolmogorov smirnov setelah ditampilkan hasil unstandardized residual. Hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel-3
Uji Normalitas Residual
Sumber : Data sekunder yang diolah

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,127 lebih besar dari 0,05 sehingga disimpulkan bahwa sebaran data  berdistribusi normal.

Pengujian Asumsi Klasik
Uji Multikolinieritas
Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan melihat perolehan nilai VIF (Variance Inflance Faktor) dan nilai tolerance dari model regresi untuk masing-masing variabel bebas. Apabila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,1 maka disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut tidak mempunyai masalah dengan multikolinieritas, artinya tidak mempunyai hubungan dengan variabel bebas lain. Hasil analisis data dapat dilihat pada tabel berikut:





Tabel-4
Uji Multikolinieritas
Sumber : Data sekunder yang diolah

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai VIF seluruh variabel bebas kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,1, sehingga disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas tidak mempunyai masalah dengan multikolinieritas.

Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t -1 (Imam Ghozali, 2001).
Pengujian autokorelasi dapat menggunakan pengujian run test yang dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

   Tabel -5
Uji Autokorelasi
(Run Test)
Sumber : Data sekunder yang diolah



Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai signifikan 1,000 yang lebih besar dari 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi gejala autokorelasi.

Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah nilai variance kesalahan pengganggu atau residual bersifat konstan. Untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas dilakukan uji heterokedastisitas dengan menggunakan uji White dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji White
 Sumber: data sekunder yang diolah

Dengan menggunakan metode White Heteroskedasticity Test, dengan membandingkan nilai R2*obs terhadap nilai tabel c2 sesuai dengan nilai degree of freedom (df) yang besarnya berdasarkan jumlah variabel regresoornya, tidak termasuk konstanta. Pada penelitian ini didapat nilai c2 adalah 37,149, sedangkan jumlah regressor atau df = 194 pada a=0,05 besarnya c2 adalah 124,342. Berarti bahwa R2*obs lebih kecil dari nilai tabel, maka estimator yang dihasilkan adalah valid karena memenuhi asumsi homokedastisitas.

Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik regresi. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada tabel berikut:







Tabel -7
Hasil Pengujian Model Regresi

      Sumber : data sekunder yang diolah

Pengaruh risiko bisnis  terhadap struktur modal
Hasil pengujian variabel risiko bisnis diperoleh nilai t statistik sebesar 1,083 dengan nilai signifikan sebesar 0,280 > 0,05. Karena nilai signifikansi lebih besar dari nilai signifikansi yang ditentukan yaitu 0,05 berarti hipotesis l (satu) yang menyatakan           risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang tcrdaftar di BEI ditolak, artinya risiko bisnis tidak berpengaruh terhadap struktur modalnya.
Risiko bisnis tidak berpengaruh terhadap struktur modal, dimana risiko bisnis adalah ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Moh’d, Perry dan Rimbey, 1998 dalam Hamada menyatakan bahwa risiko bisnis mencakup instrinsic business risk, financial leverage risk, dan operating leverage risk. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan mengenai struktur modal yang akan digunakan atau diterapkan. Pada hasil penelitian ini sejalan dengan Saidi (2004) dimana risiko bisnis tidak diperhatikan oleh manajer dalam pengambilan keputusan mengenai struktur modalnya, hal ini tampak dari pengaruh parsial dari risiko bisnis terhadap struktur modal yang tidak signifikan.

Pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal
Hasil pengujian variabel struktur aktiva diperoleh nilai t statistik sebesar 3,827 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari nilai signifikansi yang ditentukan yaitu 0,05 berarti hipotesis 2 (dua) yang menyatakan           struktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang tcrdaftar di BEI diterima, artinya setiap adanya peningkatan pada struktur aktiva, maka akan diikuti dengan peningkatan struktur modalnya.
Hasil pengujian diketahui variabel struktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang tcrdaftar di BEI diterima, artinya setiap adanya peningkatan pada struktur aktiva, maka akan diikuti dengan peningkatan struktur modalnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Riyanto (2000), Sartono (2001), serta Brigham dan Houston (2001) bahwa perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit, cenderung lebih banyak menggunakan utang.


Pengaruh profitabilitas terhadap struktur modal
Hasil pengujian variabel profitabilitas diperoleh nilai t statistik sebesar -4,089 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Karena nilai signifikan kurang dari 0,05 hal ini berarti hipotesis 3 (tiga) yang menyatakan profitabilitas berpengaruh negatif  terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI diterima, artinya profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
Pada hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Brigham dan Houston (2001:40), mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Dalam penelitian ini menerima hipotesis, hal ini menunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan mengenai struktur modal yang akan digunakan para manajer di perusahaan manufaktur di BEI mempertimbangkan profitabilitas. Dengan demikian hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Sartono (2001) bahwa dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan lebih senang menggunakan laba ditahan sebelum menggunakan utang.

Pengaruh ukuran perusahaan terhadap struktur modal
Hasil pengujian variabel ukuran perusahaan diperoleh nilai t statistik sebesar 8,009 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Karena nilai signifikansi pengujian lebih kecil dari nilai signifikansi yang ditentukan yaitu 0,05 berarti hipotesis 4 (empat) yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI diterima, artinya setiap adanya peningkatan pada ukuran perusahaan, maka akan diikuti dengan peningkatan struktur modalnya.
Pada hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif dan terhadap struktur modal, artinya setiap meningkatnya ukuran perusahaan, maka akan diikuti dengan peningkatan struktur modalnya. Penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Sartono (2001), Brigham dan Houston (2001) bahwa perusahaan besar cenderung menerbitkan utang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Akan tetapi hasil penelitian ini menolak hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutamimah (2003).

  Koefisien Determinasi
Koefesien determinasi adalah koefesien yang digunakan untuk menjelaskan seberapa besar variasi perubahan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Berdasarkan uji determinasi didapatkan hasil sebagai berikut:


Tabel-8
Hasil Uji Determinasi

Sumber : data sekunder yang diolah

Dari hasil diatas diketahui bahwa nilai Adjusted R2 adalah sebesar 0,328 yang menunjukkan bahwa 32,8% variasi perubahan struktur modal dapat dijelaskan oleh perubahan risiko bisnis, struktur aktiva, profitabilitas dan ukuran perusahaan. Sedangkan sisanya 67,2% dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian ini.

Penutup
Simpulan
Penelitian ini menganalisis apakah terdapat pengaruh risiko bisnis, struktur aktiva, profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode pengamatan 2004-2006. Berdasarkan hasil analisis, penelitian ini menyimpulkan bahwa:
Hasil pengujian variabel independen risiko bisnis tidak berpengaruh terhadap struktur modalnya, sedangkan variabel independen yang lain yaitu struktur aktiva, profitabilitas, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Keterbatasan Penelitian
1.         Penelitian ini hanya dilakukan dengan periode selama 3 tahun, sehingga hasil penelitian ini belum tentu reliabel untuk digunakan sebagai bahan justifikasi untuk jangka panjang
2.          Penelitian ini hanya menggunakan risiko bisnis, struktur aktiva,  profitabilitas dan ukuran perusahaan dalam mempengaruhi struktur modal perusahaan.
3.         Sampel penelitian yang khusus dilakukan pada sektor manufaktur, sehingga hasil ini sebaiknya dapat digunakan untuk menginterpretasikan hubungan antara risiko bisnis, struktur aktiva, profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap struktur modal perusahaan yang bergerak pada sektor lain.
4.         Variabel yang digunakan hanya meliputi faktor fundamental dan tidak memperhitungkan faktor teknikal dan makro, sebaiknya dapat menggunakan faktor teknikal dan makro dalam mempengaruhi struktur modal perusahaan.

Saran
1.         Penelitian ini hanya terbatas pada kajian empiris tentang faktor – faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan manufaktur go public di BEI tetapi tidak  sampai kepada pemecahan masalah tentang bagaimana dampak struktur modal itu sendiri terhadap kinerja perusahaan. Oleh karena itu, peneliti lain yang berminat terhadap permasalahan struktur modal perusahaan manufaktur dapat mengembangkan penelitian ini dalam rangka mengetahui dampak dari struktur modal yang digunakan perusahaan terhadap kinerja perusahaan.
2.         Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data tahun 2004 – 2006, sehingga untuk tahun – tahun yang lain atau tahun – tahun mendatang, hasil penelitian ini masih perlu diuji kembali.
Daftar Pustaka

Agrawal, and G Madelker, 1987,”Managerial Incentive and Corporate Investment and Financing Decision”, Journal of Finance, 42, 823 – 837.
Ariyanto, Taufik, Pengaruh Struktur Pemegang Saham Terhadap Struktur Modal Perusahaan, Jurnal Manajemen Indonesia, Vol. 1, 2002 : 64-71.
Badhuri, Saumitra N, 2002. “Determinants of Corporate Borrowing: Some Evidence from the Indian Corporate Structure”, Journal of Economics and Finance, Summer, 26, 2,p.200.
Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston, 2001. Manajemen Keuangan, Edisi 8, Erlangga, Jakarta.
Chang. RP, dan SG Rhee, 1990, Tax and Dividends: The Impact of Personal Taxes on Corporate Dividend Policy and Capital Structure Decisions”, Financial Management, Summer, 21-31.
Claire, E Cruthley and Robert S Hansen, 1989, A Test of The Agency Theory of Managerial Ownership Corporate Leverage, and Corporate Dividend Policy and Capital Structure Decisions”, Financial Management, Winter.
Eugene F, Brigham, Joel F. Houston, 2001, ”Manajemen Keuangan”, Erlangga, Jakarta.
Friend, I. And  L.H.P. Lang, 1988, ”An Empirical Test Of The Impact Of Managerial Self-Interest On Corporate Capital Structure”,  The Journal of Finance 43, 271 – 282.
Ghosh, Arvin, Francis Cai and Wenhui Li, 2000. “The Determinants of Capital Structure”, American Business Review, 18,2,p.129
Ghozali, Imam, 2005, Analisis Multivariat dengan Program SPSS”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gujarati, Damodaran, 1995, Basic Econometrics”, 3 rd International edition, Mc Graw Hill International.
Kuncoro, Mudrajad, 2003, Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi”, Erlangga, Jakarta.
Munawir,S.2001, Analisa laporan Keuangan, liberty, Yogyakarta.
Prayogo, J, Analisa Struktur Modal Industri Manufaktur di BEJ Beserta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Thesis MM, Universitas Gajah Mada,2002.

Rizal, Muhammad, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Di BEJ tahun 1997-2002, Thesis MM, Universitas Gajah Mada, 2002.
Saidi, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur Go Public Di BEJ Tahun 1997-2002, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol 11, No.1, Maret, hal 44-58.
Santoso, Singgih, 2004,” Mengolah Data Statistik Secara Profesional”, PT Elex media Komputindo, Jakarta.
Sartono, Agus R, Manajemen Keuangan, Edisi Ketiga, BPFE, Yogyakarta,1996.